Minggu, 31 Mei 2015

{AUDIO}- Dauroh Cirebon "Gelombang Penghianatan SYI'AH dalam Sejarah ISLAM"

Dauroh Cirebon.
Hari Sabtu:  Sesi (1) - Sabtu 12 Sya'ban 1436 Hijriyyah/30 Mei 2015 Masehi
- Bagian 1 (Download Audio)
- Bagian 2 (Download Audio)

Hari Ahad:: Sesi (2) - Ahad 13 Sya'ban 1436 Hijriyyah/31 Mei 2015 Masehi
-Bagian 3 (Download Audio)
-Bagian 4 (Download Audio)
-Bagian 5 (Download Audio)
-Bagian 6 (Download Audio + Tanya Jawab)
-Bagian 7 (Download Audio Khusus Tanya Jawab)

Sumber Audio: WhatsApp Admin Radio Streaming
Kategori: Audio, Dauroh

{AUDIO}- Dauroh Majalengka "Ku Mengharap SyurgaMu dan Ku Takut NerakaMu dengan Beramal Ketaatan dan Meninggalkan Kemaksiatan"


1- Download Audio Sesi (1)

2. Download Audio Sesi (2)

3. Download Audio Sesi + Tanya Jawab (3)

{Audio} Tambahan Dauroh Kajian Pakalongan
Tema:
"Masih Kurang.....! Kenapa Berhenti Belajar....!"

1. Download Audio Sesi (1)

2. Download Audio Sesi (2)

Sumber: WhatApp Admin Radio Streaming
Kategori : Dauroh, Audio

Jumat, 29 Mei 2015

{MANHAJ}- APAKAH SESEORANG ITU HUKUM ASALNYA DIA ADALAH SEORANG SUNNY.


Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady hafizhahullah

Pertanyaan:

Apakah seseorang itu hukum asalnya dia adalah seorang sunny ?
Jawaban: Bagaimana mungkin dikatakan bahwa hukum asal seseorang adalah di atas As-Sunnah, padahal di sekitar kita adalah Rafidhah, ada Bathiniyah, ada orang-orang komunis, ada para penyembah kuburan, dan semua jenis. Jadi bagaimana bisa dikatakan bahwa hukum asal seseorang adalah di atas As-Sunnah?!
Ini adalah perkataan yang bathil

Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah membantah orang yang menyatakan bahwa hukum asal seorang muslim adalah adil. 

Beliau mengatakan:
“Ini adalah perkataan yang bathil.Hal ini karena Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman tentang sifat asal manusia adalah sangat zhalim dan sangat bodoh.

Allah Ta’ala berfirman:

                      إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوْماً جَهُوْلاً.

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung, namun mereka tidak mau memikulnya dan takut tidak mampu menjaganya, lalu amanah itu dipikul oleh manusia, sesungguhnya dia sangat zhalim dan bodoh.”

(QS. Al-Ahzab: 72)



Jadi hukum asal pada mereka adalah kezhaliman dan kebodohan. Sedangkan semata-mata masuknya mereka ke dalam Islam tidak bisa memberikan mereka sifat adil.” Kurang lebih demikian ucapan beliau.
(Lihat: Majmu’ul Fataawa, XV/357 –pent)

Maka bagaimana bisa dikatakan bahwa hukum asal seseorang adalah di atas As-Sunnah di negeri-negeri yang padanya manusia bercampur aduk dan mayoritas manusia tidak di atas As-Sunnah. Engkau tidak mengetahui mereka pernah belajar di madrasah salafiyah sehingga kita bisa berbaik sangka kepada mereka. Adapun dalam keadaan di sekitar kita manusia bercampur aduk, maka apa mungkin engkau akan mengambil ilmu dan bisa membedakan orang yang ini dan meninggalkan yang itu?! Kebenaran apa yang akan engkau ambil?!

Oleh karena itulah dahulu mereka (para Salaf –pent) mengatakan:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِيْنٌ، فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ.

Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka telitilah dari siapa kalian mengambil agama kalian.
..Perkataan Muhammad bin Sirin yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim –pent)

Adapun jika engkau mengatakan bahwa hukum asal manusia adalah di atas As-Sunnah, maka ambillah ilmu dari siapa saja! Ibnu Sirin juga mengatakan:

إنَّ النَّاسَ كَانُوْا لا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا: سَمُّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ. فَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ قُبِلَ حَدِيْثُهُ وَإْنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدْعَةِ رُدَّ حَدِيْثُهُ.

Sesungguhnya manusia dahulu tidak menanyakan tentang sanad, namun tatkala muncul fitnah –dan fitnah ketika itu tidak seperti fitnah yang terjadi pada masa kita sekarang ini, jadi fitnahnya lebih ringan– maka mereka mengatakan: ‘Sebutkan para perawi kalian!’ Jika dia termasuk Ahlus Sunnah maka diterima haditsnya, namun jika dia termasuk ahli bid’ah maka ditolak haditsnya..”
(Lihat: Al-Kifayah Fii ‘ilmir Riwaayah, hal. 122 –pent)

Maka kita memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada kami dan kalian serta memperbanyak jumlah Ahlus Sunnah.
Hanya saja ucapan-ucapan semacam ini bisa dimanfaatkan oleh para pengusung hawa nafsu, sehingga tidak sepantasnya untuk diucapkan.



Sumber Alih bahasa

Kategori : Manhaj, Aqidah, 'Ulama

{AKHLAK}- Kedudukan asy Syaikh Al ‘Allamah Rabi’ bin Hadi al Madkhali hafizhahullah di sisi Asy Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah


Asy Syaikh al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya tentang karya-karya tulis asy Syaikh Rabi’ menjawab:

الظاهر أن هذا السؤال لا حاجة إليه، وكما سئل الإمام أحمد عن إسحاق بن راهويه -رحمهم الله جميعاً- فقال: مثلي يسأل عن إسحاق ! بل إسحاق يسأل عني .....

“Nampaknya pertanyaan ini tidak penting, dan ini sebagaimana yang pernah ditanyakan kepada al Imam Ahmad tentang Ishaq bin Rahawaih rahimahumullahu jami’an, maka beliau menjawab, ‘Orang seperti aku ditanya tentang Ishaq! Justru Ishaqlah yang semestinya ditanya tentang aku’

(Sumber: Kaset Ithaful Kiram, dinukil dari kitab Ats-Tsana’ al-Badi’ Minal Ulama’ ‘ala asy Syaikh Rabi’, karya asy Syaikh Khalid bin Dhahwi azh Zhafiri hlm. 16)

Penyebutan kisah al Imam Ahmad oleh asy Syaikh al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah di atas mengisyaratkan betapa mulianya sosok asy Syaikh Rabi' di sisi beliau. Seakan-akan beliau mengatakan, “Orang seperti aku ditanya tentang Rabi’! Justru Rabi’lah yang semestinya ditanya tentang aku.”

Tidakkah pihak-pihak yang menebar keraguan/mementahkan/menolak fatwa asy Syaikh Rabi' (ketika berseberangan dengan hawa nafsunya) mau becermin kepada sikap asy Syaikh al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah di atas?!
Wallahul Musta’an

Faidah Dari Ustadzuna Ruwaifi bin Sulaimi hafizhahullah

Kategori : Akhlak.'Ulama, 'Aqidah. Manhaj

Kamis, 28 Mei 2015

{Manhaj}- Mengapa Harus BerManhaj Salaf...?

MANHAJ
------------
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj () dan salaf (). Manhaj () dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (), yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al-Mu’jamul Wasith 2/957)
Sedangkan salaf (), menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan (Lisanul Arab, karya Ibnu Manzhur, 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah r, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam Asy-Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-‘Aqil, 1/55)
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf () adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah r, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah r. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As-Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: “As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/21)
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Qur`an dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al-Firqatun Najiyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari an-naar (neraka) (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c), disebut juga Ath-Thaifah Al-Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban z). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An-Najiyah, karya Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali)
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah r dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah r dan para shahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur‘an dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah r di dalam Sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat kepada kita:
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59)
Adapun ayat-ayat Al Qur`an yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:
1.    Allah I berfirman:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al-Fatihah: 6-7)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rasulullah r, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi’ah).” (Madaarijus Saalikin, 1/72)
Penjelasan Al-Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para shahabat Rasulullah r –yang mereka itu adalah Salafush Shalih– merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya.
Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2.    Allah I berfirman:
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)
Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para shahabat Rasulullah r dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah r pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah r tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah r, juga dengan Allah I.” (Al-Mirqat fi Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38)
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para shahabat Rasulullah r (As-Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalan para shahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah r dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3.    Allah I berfirman:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah (surga-surga) yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100)
Dalam ayat ini Allah I tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah-Nya untuk para shahabat Muhajirin dan Anshar (As-Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan jannah (surga) seperti mereka.
Al-Hafidz Ibnu Katsir t berkata: “Allah I mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka berupa jannah-jannah yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367)
Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah I.
Adapun hadits-hadits Rasulullah r adalah sebagai berikut:
1.    Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari shahabat Al-‘Irbadh bin Sariyah z. Lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no. 2455)
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti Sunnah Rasulullah r dan sunnah Al-Khulafa‘ Ar-Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah r memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.
Al-Imam Asy-Syathibi berkata: “Rasulullah r –sebagaimana yang engkau saksikan– telah merangkai “sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin” dengan “Sunnah” beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti Sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti Sunnah Nabi mereka r, atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau r, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al-I’tisham, 1/118)
2.    Rasulullah r bersabda:
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari shahabat Tsauban z, hadits no. 1920)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ash-habil Hadits, karya Al-Khathib Al-Baghdadi, hal. 36)
Al-Imam Ibnul Mubarak t, Al-Imam Al-Bukhari t, Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Muhaddits t, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ash-habil Hadits, hal. 26, 37)
Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah r). Di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau r mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah U menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal. 131)
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah r dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3.    Rasulullah r bersabda:
“Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam an-naar, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada’.” (Hasan, riwayat At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c)
Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil –red) bagi apa yang diperselisihkan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:
Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam an-naar, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.
Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Qur‘an dan Sunnah Rasulullah r dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.
Ketiga, Rasulullah r telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah r sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir.” (Tarikh Ahlil Hadits hal. 78-79)
Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah r itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para shahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1.    Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2.    Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah r, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah jannah yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4.    Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah r.
5.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah I.
6.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para shahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:
1.    Al-Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al-Auza’i t berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy-Syari’ah, karya Al-Imam Al-Ajurri, hal. 63)
2.    Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit t berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As-Suyuthi, hal. 322, dinukil dari kitab Al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54)
3.    Al-Imam Abul Muzhaffar As-Sam’ani t berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al-Intishar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88)
4.    Al-Imam Qawamus Sunnah Al-Ashbahani t berkata: “Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/437-438, dinukil dari kitab Al-Intishar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5.    Al-Imam Asy-Syathibi t berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al-Muwafaqat, 3/284, dinukil dari Al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57)
6.    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, ber-intisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149)
Beliau t juga berkata: “Bahkan syi’ar ahlul bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155)
Semoga Allah I senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Wallahu a’lamu bish-shawab.

(Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc.)

{FATWA}- ASY-SYAIKH RABI’ Hafidzahulloh "MENERIMA JARH ORANG YANG LEBIH MENGETAHUI KEADAAN SESEORANG DIBANDINGKAN BELIAU"


Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah berkata:

“Jadi pada hari ini terkadang datang seseorang yang mengaku sebagai penuntut ilmu dan menampakkan agama dan ibadah serta akhlak yang baik, dan dia duduk di majelismu dan tinggal di sisimu sekian lama sehingga engkau menilainya berdasarkan apa yang nampak.

Demi Allah, saya telah mentazkiyah beberapa orang pada tahun ini. Demi Allah, mereka bermulazamah di majelisku maa syaa’ Allah dan dia menampakkan banyak ibadah dan demikian demikian.
Kemudian nampak kepadaku jarh terhadap mereka. Jika ada seseorang mengerjakan shalat bersamaku, menunaikan zakat, berdzikir dan bersafar bersamaku dan seterusnya, maka saya bersaksi berdasarkan apa yang saya lihat, dan saya tidak mentazkiyah seorang pun di sisi Allah. Tetapi jika datang orang lain yang dia mengenal orang tersebut lebih banyak dibandingkan diriku, dan tersingkaplah kesalahan-kesalahannya serta perkara-perkara yang menodai keadilannya, karena dia menjarh orang tersebut dengan ilmu dan hujjah serta menunjukkan bukti-bukti dan menjelaskan jarhnya secara rinci, maka jarhnya didahulukan atas ta’dil saya dan saya tunduk menerima. Karena dia menunjukkan bukti-bukti dalam menjarh orang tersebut, karena faktanya kebenaran itu bersamanya”
------------------------------------------

Alih Bahasa: Abu Almass
Senin, 2 Ramadhan 1435 H

{FATWA}-SHALAT DI ATAS PESAWAT dan JARAK SAFAR




Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah .

Tanya:..........?
"Bagaimana cara shalat di atas pesawat? Berapa jarak safar yang dengannya dibolehkan mengqashar shalat dan meninggalkan puasa?"

Jawab:
“Safar itu dimulai dari keluarnya seseorang dari negeri/daerahnya, terhitung dari batas daerahnya.

Tentang shalat di atas pesawat, orang yang biasa naik pesawat di zaman sekarang ini akan menyaksikan bahwa pesawat memiliki kelebihan dari sisi kenyamanan di mana penumpangnya tidak merasa sedang terbang di antara langit dan bumi.

Beda halnya dengan kapal laut, di mana terkadang memberikan goncangan kepada penumpangnya, lebih besar daripada goncangan pesawat.

Karena itu orang yang mengendarai pesawat, bila memang pesawatnya besar, luas dan lapang, ia akan mendapati tempat kosong yang DI SITU IA BISA BERDIRI DAN DUDUK SAAT MENGERJAKAN SHALAT.

Inilah YANG WAJIB berdasarkan kaidah yang telah lewat penyebutannya:

اتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.”

TERMASUK KEWAJIBAN yang harus diperhatikan oleh orang yang ingin shalat di atas pesawat adalah MEMERHATIKAN PADA AWAL SHALATNYA DI MANA ARAH KIBLAT, bila memang memungkinkan untuk mengetahuinya, kemudian ia shalat menghadap kiblat tersebut. Setelah itu tidak menjadi masalah pesawatnya menghadap ke mana saja, mengarah ke kiri atau kanan. Ia tetap melanjutkan shalatnya sesuai dengan arah awal ia menghadap (walaupun ternyata tidak lagi menghadap kiblat karena arah pesawat telah berubah, pent.)

Yang penting, ada dua perkara yang harus diperhatikan oleh penumpang pesawat, penumpang kapal, atau penunggang hewan.

1.PERTAMA: Bila mampu untuk BERDIRI DAN DUDUK DALAM SHALAT, hendaklah IA MELAKUKANNYA. Bila memungkinkan baginya untuk turun dari kendaraannya seperti orang yang mengendarai mobil, hendaknya ia turun dan shalat sebagaimana biasanya.

2. KEDUA: Ia MEMULAI shalatnya di atas kendaraan yang ditumpanginya dengan MENGHADAP KIBLAT, setelah itu tidak menjadi masalah bila mobil, pesawat, atau kapal yang ditumpanginya, ataupun hewan (yang ditungganginya) itu bergerak sehingga arah kiblat berpindah. Kecuali bila memungkinkan baginya untuk turun dari kendaraannya, maka ia shalat seperti biasanya.

🔁 Tentang safar, TIDAK ADA BATASAN JARAK TERTENTU DENGAN UKURAN KILOMETER ATAU MARAHIL. Karena ketika Allah Azza wa Jalla menyebutkan safar dalam Al-Qur`an berkaitan dengan qashar shalat ataupun kebolehan berbuka (tidak puasa) di bulan Ramadhan, Allah Ta’ala menyebutkan safar secara mutlak, tanpa menetapkan batasannya. Bisa kita lihat hal ini dalam firman-Nya:

“Apabila kalian melakukan perjalanan di muka bumi (safar) maka tidak ada dosa atas kalian untuk kalian mengqashar shalat.” (An-Nisa`: 101)

Lafadz: merupakan ungkapan dari safar, di mana Allah menyebutkannya secara mutlak (tanpa pembatasan ini dan itu…, pent.)

Demikian pula dalam firman-Nya:

“Siapa di antara kalian yang sakit atau dalam keadaan safar, maka (ia boleh meninggalkan puasa) dengan menggantinya pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184)

Dengan demikian yang benar dari pendapat yang ada di kalangan ulama tentang pembatasan jarak safar adalah tidak ada batasannya. Setiap itu disebut safar, menurut kebiasaan (‘urf) dan menurut pengertian syar’i, berarti itulah safar, baik jaraknya jauh ataupun dekat. Perjalanan tersebut safar menurut kebiasaan yang dikenali di tengah manusia. Dari sisi syar’i memang orang yang menempuhnya bertujuan untuk safar. Karena terkadang kita dapati ada orang yang menempuh jarak jauh bukan untuk safar, seperti kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t, “Terkadang seseorang keluar dari negerinya untuk berburu. Lalu ia tidak mendapatkan buruannya hingga ia terus berjalan mencari-cari sampai akhirnya ia tiba di tempat yang sangat jauh. Ternyata di akhir pencariannya ia telah menempuh jarak yang panjang, ratusan kilometer. Kita menganggap orang ini bukanlah musafir, padahal bila orang yang keluar berniat safar dengan jarak yang kurang daripada yang telah ditempuhnya telah teranggap musafir. Tapi pemburu ini keluar dari negerinya bukan bertujuan safar sehingga ia bukanlah musafir. Berarti yang namanya safar harus menurut ‘urf (adat masyarakat) dan sesuai pengertian syar’i.

(Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani,  hal. 227)

Sumber :
http://asysyariah.com/shalat-di-atas-pesawat-dan-jarak-safar/

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Tag : Kategori FATWA

Rabu, 27 Mei 2015

{FATWA}-HUKUM MELEPAS SANDAL KETIKA MASUK PEKUBURAN

Asy Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry hafizhahullah
Pertanyaan :
Apakah melepaskan sendal ketika masuk area pemakaman hukumnya sunnah atau wajib ? ?
Jawaban :
Yang nampak bahwa hukumnya adalah berbeda beda, sesuai keadaan.
Jika dikhawatirkan dia akan menginjak permukaan kuburan, maka wajib baginya melepas sendalnya, dikarenakan kehormatan yang ada pada kuburan.
Adapun kalau dia tidak menginjak kuburan, dan bisa berjalan disela-sela lorong kecil, maka saya berharap ini tidak mengapa -dia menggunakan sendal-. Dikarenakan adanya beberapa perbedaan riwayat hadits.
Alihbahasa : Syabab Forum Salafy
————————————–
السؤال :
هل نزع النعل إذا دخلت المقبرة عند الدفن؛ هل هو مستحب أم واجب؟
الجواب:
الظاهر هذا يختلف باختلاف الأحوال، إذا كان يطأ على القبور نزعه لحرمة القبور، أما إذا كان لا يطأ على القبور – في السِّكة المُعَدَّة- أرجو أنه لا بأس بذلك، لاختلاف الروايات.
Tag : Kategori Fatawa

{AUDIO}- DAUROH BAU-BAU "(1)-Mewaspadai Bahaya Futur (2)-Hakekat Tamayyu' Dalam Timbangan Syariat"


[Audio] Rekaman Dauroh Ilmiyyah yang disampaikan oleh Al-Ustadz Usamah bin Faishol Mahri, Lc hafidzahullah.
Di Ma’had Daarul Hikmah, kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara pada hari Senin-Selasa, tgl 09-10 Rajab 1436 H / 27-28 April 2015.

         Hakekat Tamayyu’ dalam Timbangan Syariat 01 Durasi 02.00.44 menit  (Sesi) 1
         Hakekat Tamayyu’ dalam Timbangan Syariat 02 Durasi 1.03.41 menit  (sesi) 2
         Hakekat Tamayyu’ dalam Timbangan Syariat 03 Tanya Jawab Durasi 30.11menit  (sesi) 3
         Mewaspadai Bahaya Futur 01 Durasi 57.54 menit (sesi) 4
         Mewaspadai Bahaya Futur 02 Durasi 01.10.43 menit (sesi) 5
         Pentingnya Dzikrullah Durasi 27.11 menit (sesi) 6
        Al-Wala Wal Bara’ Durasi 2.08.41 menit (sesi) 7

Tasjilat..................................

Senin, 25 Mei 2015

{AUDIO}- Dauroh Kolaka "SIAPAKAH PARA 'ULAMA SALAFY...?"


KAJIAN Rekaman Dauroh Islamiyyah
Yang di adakan di kabupaten kolaka, Sulawesi Tenggara pada tanggal 05/06 sya'ban 1436 H - 23-24/Mei/2015 M.
Bertempat di pondok Imam syafi'i Kolaka jalan pondok pesantren Imam Syafi'i kelurahan Tahoa kolaka.
Bersama
Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini Hafidzahulloh
Pengasuh Ma'had Daarus Sunnah Pangkep

Dengan Materi Kajian SIAPAKAH PARA 'ULAMA SALAFY...?

sesi 1 http://bit.ly/Sesi1siapakahparaulamasalafy

sesi 2 http://bit.ly/sesi2siapakahulamasalafy

sesi 3 http://bit.ly/sesi3siapakahulamasalafy

sesi 4 http://bit.ly/saesi4siapakahulamasalafy

Tanya jawab http://bit.ly/tanjasiapakahulamasalafy

Tausiyah ba'da magrib di masjid Manuggal kodim Al-Jariyah
http://bit.ly/masjidmanunggalkolaka

Tausiyah ba'da magrib di masjid Raya At-Taqwa
http://bit.ly/masjidattaqwakolaka

Tausiyah ba'da shubuh di ma'had Imam syafi'i
http://bit.ly/tausiyahshubuhmahadimamsyafii

Kategori : Tasjilat, Dauroh

Kamis, 21 Mei 2015

Daurah Ilmiah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah “Asy Syariah” Ke-11

Bismillah.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan Taufik dari Allah, insya Allah akan hadir kembali…
DAURAH ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH “ASY SYARIAH” Ke-11
~~• 1436 H/2015 M •~~

Dengan tema:
“MENANGKAL RADIKALISME BERDASARKAN PEMAHAMAN SALAF”,

Dengan pembicara:
Asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri (Kuwait)
Asy-Syaikh Badr bin Muhammad al-Anazi (Arab Saudi)
Asy-Syaikh Usamah bin Sa’ud al-‘Amri (Arab Saudi)
Asy-Syaikh Fuad bin Sa’ud al-‘Amri (Arab Saudi)
Asy-Syaikh Arafat bin Hasan al-Muhammadi (Yaman)
Kajian Umum insya Allah diselenggarakan di Masjid Agung Manunggal, Bantul pada
Sabtu-Ahad, 19-20 Sya’ban 1436 H (6-7 Juni 2015 M);
Daurah Asatidzah insya Allah diselenggarakan di “Ma’had al-Anshar”,
Kamis-Sabtu, 17-26 Sya’ban 1436 H (4-13 Juni 2015 M).
Kajian ini insya Allah bisa diikuti melalui:

RadioIslamJogja.com
RadioRasyid.com
Radio Manhajul-Anbiya.net
****
bagi antum yang ingin ikut serta menyebarkan Pamflet Daurah Nasional Ahlussunnah wal Jama’ah Asy Syariah ke- 11, silahkan untuk mendownload link pamflet -dengan resolusi tinggi- pada link di bawah ini:

Link Ukr A4 (Resolusi Tinggi)
http://goo.gl/Q220uh
Link Ukr A3 (Resolusi Tinggi)
http://goo.gl/QzyUYf