Kamis, 23 Juli 2015

Hukum Merayakan Ulang Tahun


〰〰〰〰〰〰
Hukum Merayakan Ultah
〰〰〰〰〰〰
Bismillah. Afwan, Ustadz, saya mau tanya. Apa hukum merayakan hari ulang tahun kelahiran dan mengucapkan selamat ultah? Bagaimana Islam menuntun kita ketika bertambah umur..........?
Jazakumullahu khairan.
✅ Dijawab oleh al-Ustadz Muhammad Rijal hafidzahulloh:
Tidak boleh seseorang merayakan ulang tahun, baik ulang tahun dirinya maupun ulang tahun orang lain, seperti merayakan kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (Maulid Nabi), atau merayakan peristiwa-peristiwa tertentu, seperti Isra’ Mi’raj dan Nuzulul Qur’an.
Ada beberapa sisi yang menunjukkan tidak bolehnya perayaan ulang tahun, di antaranya:
1- Perayaan-perayaan seperti ini tidak memiliki tuntunan dalam syariat Islam, tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan salaf (pendahulu) umat ini, baik para sahabat, tabi’in, maupun atba’ at-tabi’in. Sungguh, seandainya hal ini merupakan kebaikan, niscaya mereka adalah orang-orang yang terdepan dalam
2- Perayaan ulang tahun adalah salah satu kebiasaan atau adat nonmuslim. Sungguh kita dilarang menyerupai mereka dalam perkara yang merupakan kekhususan mereka atau kejelekan-kejelekan mereka. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk dari mereka.”
3 - Dalam perayaan-perayaan tersebut sering kita jumpai banyak kemungkaran, seperti adanya ikhtilath (bercampurbaurnya lelaki dan perempuan yang bukan mahram), tabdzir (penyia-nyiaan harta), musik, lagu-lagu, dan kemungkaran lain yang sering mengiringi acara-acara tersebut.
Atas dasar itu, selain tidak boleh merayakan ulang tahun, kita tidak boleh pula mengucapkan selamat ulang tahun kepada orang yang merayakannya meskipun dia muslim, apalagi jika dia nonmuslim.
️ Lalu, apa yang seharusnya ditempuh seorang muslim dengan bertambahnya usia? Yang seharusnya sering dilakukan adalah muhasabah (berintrospeksi) dan mengingat kematian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berwasiat kepada kita agar sering-sering mengingat kematian, sebagaimana dalam sabda beliau,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ: اَلْمَوتَ
“Sering-seringlah kalian mengingat pemutus kenikmatan-kenikmatan, yakni kematian.”
〰〰〰〰〰〰〰〰
Copyrigth 2015 : http://salafykolaka.net

Hukum Berdakwah dalam Rangka Bisnis

〰〰〰〰〰〰
Hukum Berdakwah dalam Rangka Bisnis
〰〰〰〰〰〰

❓ Bismillah. Afwan, saya mau tanya. Bagaimana hukum orang yang mengajarkan ilmu dalam rangka bisnis (dalam rangka mendapatkan uang)?

✅ Dijawab oleh al-Ustadz Muhammad Rijal hafidzahulloh :

Ibadah tidak akan diterima di sisi Allah, kecuali jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Inilah dua syarat diterimanya amal: ikhlas dan mutaba’atur Rasul.

Demikian pula dalam berdakwah, kedua syarat ini harus terpenuhi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik’.” (Yusuf: 108)

Inilah dakwah para nabi dan rasul serta kaum mukminin yang mengikuti mereka. Mereka berdakwah, mengajak manusia kepada Allah. Artinya, mereka berdakwah dengan ikhlas, mengajak kepada syariat Allah, bukan kepada fanatisme; berdakwah bukan karena riya’ dan bukan dalam rangka mencari upah, serta tidak menjadikan dakwah sebagai sarana mengumpulkan dunia atau tujuan-tujuan selain Allah.

Allah berfirman mengisahkan dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam, rasul yang pertama,

وَيَٰقَوۡمِ لَآ أَسۡ‍َٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ مَالًاۖ إِنۡ أَجۡرِيَ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِۚ

“Dan (dia berkata), ‘Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kalian (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah’.” (Hud: 29)

Allah juga berfirman memerintah nabi dan rasul-Nya yang terakhir, Muhammad bin ‘Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قُلۡ مَآ أَسۡ‍َٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ مِنۡ أَجۡرٍ إِلَّا مَن شَآءَ أَن يَتَّخِذَ إِلَىٰ رَبِّهِ

“Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah sedikit pun kepada kalian dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Rabbnya’.” (al-Furqan: 57)

Maka dari itu, seseorang yang berdakwah dalam rangka bisnis atau mencari imbalan dari manusia, sungguh dia telah diharamkan dari kebaikan yang sangat banyak. Dia juga telah menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan dan bahaya yang sangat besar. Allahul Musta’an.

Sumber artikel:
http://qonitah.com/ruang-konsultasi-edisi-11/

〰〰〰〰〰〰〰〰

Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

Minggu, 19 Juli 2015

{FIQHI}- TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT IDUL FITRI


Ditulis Oleh:
Al Ustadz Abu Muawiyah Askari حفظه الله
Shalat ied sebelum khutbah
Wajib hukumnya mendahulukan shalat ied, lalu diikuti dengan khutbah ied. Hal ini Berdasarkan hadits Ibnu Umar -Radhiallahu Anhu- berkata: Adalah Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- ,Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan shalat Dua hari raya sebelum khutbah."
(muttafaq Alaihi)
Tanpa Shalat sunnah sebelum dan sesudah
Tidak ada shalat sunnah yang dikerjakan sebelum shalat ied, dan tidak pula setelahnya, tidak ada perbedaan dalam hal ini apakah shalat ied dikerjakan di tanah lapang atau di masjid. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas -Radhiallahu Anhu-, bahwa Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- mengerjakan shalat ied dua rakaat, Beliau tidak shalat sebelumnya dan tidak pula sesudahnya." (muttafaq alaihi)
Namun jika pulang ke rumah, diperbolehkan shalat dua rakaat. Hal ini berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri -Radhiallahu Anhu- bahwa Beliau berkata: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengerjakan shalat apapun sebelum shalat ied, dan bila Beliau kembali ke rumahnya, maka Beliau mengerjakan shalat dua raka'at."
(HR.Ibnu Majah dengan sanad yang hasan)
Shalat ied tanpa azan dan iqamat
Shalat ied dikerjakan tanpa azan,tanpa iqamat, tanpa ucapan "ash-shalaatu jami'ah", dan tanpa panggilan apapun. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas -Radhiallahu Anhu- berkata: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melaksanakan dua shalat ied tanpa azan dan iqamat. (muttafaq Alaihi)
Berkata Jabir bin Samurah : Aku mengerjakan shalat ied bersama Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- bukan sekali dan bukan pula dua kali, tanpa azan dan iqamat." (HR.Muslim)
Berkata Jabir bin Abdullah: tidak ada azan, tidak ada iqamat, tidak ada panggilan apapun, dan tidak ada sesuatu apapun." (HR.Muslim)
7 takbir rakaat pertama, 5 takbir rakaat kedua
Disyariatkan dalam pelaksaan shalat ied melakukan 7 kali takbir pada rakaat pertama, dan takbiratul ihram termasuk dalam hitungan tujuh , dan 5 kali takbir pada rakaat kedua, tidak termasuk takbir ketika bangkit dari sujud. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radhiallahu Anha bahwa Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- bertakbir pada shalat idul fitri dan idul adha, pada rakaat pertama tujuh kali, dan pada rakaat kedua lima kali."
(HR.Abu Dawud, Al-Hakim, dan yang lainnya, dari Aisyah Radhiallahu Anha.Hadits ini sahih dengan beberapa jalur riwayat yang menguatkannya. Disahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa: 3/639)
Demikian pula riwayat dari Atha' dari Ibnu Abbas -Radhiallahu Anhu- bahwa Beliau bertakbir pada shalat hari raya, pada rakaat pertama tujuh kali takbir dengan takbir pembuka (takbiratul ihram,pen), dan pada rakaat kedua enam kali takbir dengan takbir rakaat (yang dimaksud adalah takbir bangkit dari sujud), seluruhnya dilakukan sebelum bacaan."
(Diriwayatkan oleh Abu Bakar Bin Abi Syaibah dengan sanad yang sahih)
Dan disyariatkan untuk mengangkat tangan pada setiap kali takbir tersebut, menurut pendapat yang paling sahih dari para ulama, berdasarkan hadits Ibnu Umar -Radhiallahu Anhu- tatkala Beliau menjelaskan tentang tata cara shalat Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- , Beliau berkata: "....dan Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- mengangkat kedua tangannya pada setiap kali takbir yang Beliau ucapkan sebelum ruku' hingga selesai shalatnya."
(HR.Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya dari Ibnu Umar -Radhiallahu Anhu-)
Tidak ada dzikir tertentu yang diucapkan disela-sela takbir tambahan tersebut. Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah: " Tidak diketahui dari Beliau ( Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- ) ada zikir khusus diantara takbir- takbir tersebut, namun disebutkan dari Ibnu Mas'ud -Radhiallahu Anhu- bahwa Beliau memuji Allah, menyanjung-Nya, dan bershalawat kepada Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- ."
(Zadul Ma'ad,Ibnul Qayyim: 1/443, lihat pula Irwaul ghalil,Al-Albani: 3/114-115)
-----------------------------------------------------------------------------

Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

Senin, 06 Juli 2015

{FIQHI}- APA HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH DALAM BENTUK UANG..?

Oleh Al-Ustadz Qomar Suaidy, Lc. -hafidzahullah

P E R T A N Y A A N :
Bolehkah mengeluarkannya dalam bentuk uang?
J A W A B A N:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.

-PENDAPAT PERTAMA 
Tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk uang. Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Dawud.
Alasannya, syari'at telah menyebutkan apa yang mesti dikeluar-kan, sehingga tidak boleh menyelisihinya. Zakat sendiri juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah Subhaanahu wa ta’ala. Selain itu, jika dengan uang maka akan membuka peluang untuk menentukan sendiri harganya.
Sehingga menjadi lebih selamat jika menyelaraskan dengan apa yang disebut dalam hadits. An-Nawawi mengatakan: “Ucapan-ucapan Asy-Syafi’i sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilainya (uang).” (Al-Majmu’, 5/401)
Abu Dawud mengatakan: “Aku mendengar Al-Imam Ahmad ditanya: ‘Bolehkah saya memberi uang dirham -yakni dalam zakat fitrah-?
❗’ Beliau menjawab: ‘Saya khawatir tidak sah, menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”
Ibnu Qudamah mengatakan: “Yang tampak dari madzhab Ahmad bahwa tidak boleh mengeluarkan uang pada zakat.” (Al-Mughni, 4/295)
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (lihat Fatawa Ramadhan, 2/918-928)

-PENDAPAT KEDUA:
Boleh mengeluarkannya dalam bentuk uang yang senilai dengan apa yang wajib dia keluarkan dari zakatnya, dan tidak ada bedanya antara keduanya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah. (Al-Mughni, 4/295, Al-Majmu’, 5/402, Bada`i’ush-Shana`i’, 2/205, Tamamul Minnah, hal. 379)
________________
Pendapat pertama itulah yang KUAT. Atas dasar itu bila seorang muzakki (yang mengeluarkan zakat) memberi uang pada amil, maka amil diperbolehkan menerimanya jika posisinya sebagai WAKIL dari muzakki.
Selanjutnya, amil tersebut membelikan beras –misalnya– untuk muzakki dan menyalurkannya kepada fuqara dalam bentuk beras, BUKAN uang.
                                        
Sumber:
Di Nukil dari http://forumsalafy.net/?p=4791
)* Judul dari kami
__________________

Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

Minggu, 05 Juli 2015

{MANHAJ}- Sikap Lembut Dan Keras Dalam Dakwah Oleh Asy-Syaikh Robi' bin Hadi Al-Madkhali Hafidzahulloh


Tanya
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah pernah ditanya : “Kapan kita menggunakan kelembutan dan kapan pula sikap keras dalam berdakwah menuju jalan Allah atau berinteraksi dengan manusia ?”
Maka beliau menjawab : “Hukum asal dalam berdakwah adalah kelembutan dan kebijakan. Inilah hukum asalnya. Apabila (semoga Allah memberkahi anda) menjumpai orang yang menentang, tidak menerima kebenaran padahal telah tegak hujjah padanya dan meninggalkan (kebenaran atau hujjah tadi), maka ketika itu digunakan (tahapan) bantahan. Apabila anda seorang penguasa, sedangkan orang yang menentang tadi adalah dai penyeru kesesatan, maka anda hukum orang tersebut dengan pedang. Kadangkala bisa sampai pada tingkat membunuh orang tersebut jika dirinya terus menerus menebar kerusakan. Di sana ada sejumlah ulama dari beragam mazhab berpandangan bahwa orang seperti ini lebih besar kerusakannya dibanding para preman jalanan. Orang seperti ini (awalnya) dinasehati lalu disampaikan kepadanya hujjah. Namun jika dirinya menolak, maka ketika itu hakim syar’i menempuh tahapan menghukum. Kadangkala dengan dipenjara, diasingkan atau dibunuh. Para ulama pun telah menghukum al-Jahm bin Shafwan, Bisyr al-Marisi, al-Ja’d bin Dirham atau selain mereka dengan bunuh. Ini adalah hukuman para ulama terhadap orang yang menentang dan terus menerus menebarkan kebid’ahan. Apabila Allah memberi manfaat kebenaran kepada orang ini dan akhirnya kembali ke jalan yang benar, maka inilah yang diharapkan.Ya”. (Lihat www.rabee.net)
❓ Beliau juga pernah ditanya : “Apakah ditempuh sikap keras dalam membantah kebatilan ataukah sikap lembut ?”
Maka beliau menjawab : “Ini sesuai keadaannya. Apabila seseorang memiliki kehormatan diri, kemuliaan dan sikap lembut itu dapat bermanfaat baginya, maka anda gunakan tahapan kelembutan dan sikap bijak. Ini adalah hukum asal dalam dakwah, baik terhadap seorang muslim atau kafir. Namun apabila orang tersebut sombong dan menentang, tidak bermanfaat baginya lagi sikap lembut dan justru bermanfaat baginya sikap keras, maka anda tempuh sikap keras. Pada setiap keadaan itu ada ucapan yang sesuai tempatnya. Allah Ta’ala berfirman tentang para pezina (artinya) : “Dan janganlah rasa belas kasihan kepada dua orang pezina tersebut mencegah  kalian dari (menjalankan) agama Allah, apabila kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir”. (An Nur : 2).
Maksudnya : Hukum cambuk.Ajaklah dan kumpulkan manusia untuk menyaksikan para pezina tersebut, cambuklah dan janganlah rasa belas kasihan jenis apapun mencegah anda. Ini adalah salah satu kekuatan dalam agama. Orang kafir yang menentang dan memerangi (Islam) itu dihunuskan pedang atau dituliskan pena (bantahan) terhadapnya sesuai apa yang mudah bagi anda. Islam itu padanya ada sikap keras dan ada pula sikap lembut. Allah berfirman (artinya) : “Muhammad adalah utusan Allah. Orang-orang yang bersamanya itu memiliki sikap keras terhadap orang-orang kafir dan sikap kasih sayang diantara mereka (kaum mukminin)…” (Al Fath : 29)
Sikap penyayang terhadap kaum mukminin yang jujur dan murni keimanannya, bukan ahlul bid’ah. Adapun ahlul bid’ah, maka mereka mendapat satu bagian dari sikap keras terhadap orang kafir, karena mereka telah mengambil satu sisi kekufuran atau kejahiliahan dari orang-orang kafir.
Yang wajib ketika mereka menentang adalah kita benar-benar menghukum mereka di atas kebenaran dengan setiap cara yang kita mampu lakukan, jika kita memiliki kekuasaan. (Sekarang ini) kita memiliki pena yang memungkinkan untuk mematahkan mereka. Pena itu dapat menggoncang mereka lebih dahsyat daripada pedang”. (Fatawa Fil ‘Aqidah Wal Manhaj – pertemuan kedua oleh asy-Syaikh Rabi’)

Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

{ Jama'ah Tabligh }- [Bagian 5 ]- MEMBONGKAR KEDOK JAMA'AH TABLIGH


(Bagian - 5)

 Fatwa Para 'Ulama Tentang Jama'ah Tabligh

1. Asy-Syaikh Al-'Allamah 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullaah berkata:
“Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah bisa disebut “muballigh” artinya: (Sampaikan apa yang datang dariku (Rasulullah), walaupun hanya satu ayat), akan tetapi Jama'ah Tabligh India yang ma’ruf dewasa ini mempunyai sekian banyak Khurafat, Bid’ah dan Kesyirikan.
Maka dari itu, TIDAK BOLEH khuruj bersama mereka kecuali bagi seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka.
Adapun khuruj, semata ikut dengan mereka maka tidak boleh”.

2. Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullaah berkata:
“Semoga Allah merahmati Asy-Syaikh 'Abdul Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jama'ah Tabligh untuk mengingkari kebathilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari Ahlul Ilmi, maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka.
Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau rujuk dari kebathilan mereka, dikarenakan kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj mereka yang bathil itu dan akan menempuh jalan ahlut tauhid dan Ahlus Sunnah.
Nah, jika demikian permasalahannya, maka TIDAK BOLEH keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal Tahdzir (peringatan) terhadap Ahlul Bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka. Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, pen), dikarenakan termasuk MEMPERBANYAK jumlah mereka dan membantu mereka dalam menyebarkan kesesatan.
Ini termasuk perbuatan penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Terlebih lagi mereka saling berbai’at di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat keyakinan Hulul, Wihdatul Wujud, kesyirikan dan kebid’ahan”.
\
3. Asy-Syaikh Al-'Allaamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah berkata:
“Bahwasanya organisasi ini (Jama'ah Tabligh, pent) TIDAK ADA KEBAIKAN PADANYAt. Dan sungguh ia sebagai organisasi BID'AH dan SESAT. Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu -in syaa Allah- kami akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebathilannya”.

4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-
Albani rahimahullah berkata:
“Jama'ah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pemahaman As-Salafush
Shalih.”
Beliau juga berkata:
“Dakwah Jama'ah Tabligh adalah DAKWAH SUFI MODERN yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap Aqidah masyarakat, maka sedikit pun TIDAK MEREKA LAKUKAN, karena -menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan”.
Beliau -rahimahullah- juga berkata:
“Maka Jama'ah Tabligh tidaklah mempunyai prinsip keilmuan, yang mana mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada”.

5. Asy-Syaikh Al-'Allamah 'Abdurrazzaq ‘Afifi berkata:
“Kenyataannya mereka adalah AHLUL BID'AH yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, akan tetapi kepada Muhammad Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh (maksudnya India, pent)”.
↩↪
Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jama'ah Tabligh.
Semoga ini sebagai nasehat dan peringatan bagi pencari kebenaran. Dan Sesungguhnya Kebenaran tidaklah bisa di ukur dengan hati atau perasaan, namun Kebenaran itu di ukur dengan Al-Qur'an, As-Sunnah Ash-Shahiihah dengan pemahaman Salaful Ummah (pendahulu ummat ini, dari kalangan Sahabat, Tabi'in dan yang mengikuti mereka dengan baik, hingga yaumil aakhir)

Wallahul Muwaffiq wal Hadi Ila Aqwamith Thariq.
〰〰〰
---selesai---

Copyright: 1436H - 2015M : http://salafykolaka.net

{ Jama'ah Tabligh }- [ Bagian 4 ]- MEMBONGKAR KEDOK JAMA'AH TABLIGH


(Bagian - 4)
Aqidah Jama'ah Tabligh dan Para Tokohnya
-------------------------------------
- Jama'ah Tabligh dan para tokohnya, merupakan orang-orang yang sangat rancu dalam hal Aqidah.
Demikian pula kitab referensi utama mereka Tablighin Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang PENUH dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat.
Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah Aqidah adalah:
1. Keyakinan tentang Wihdatul Wujud (bahwa Allah
menyatu dengan alam ini).
(Lihat kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab Fadhail Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore)
2. Sikap berlebihan terhadap orang-orang shalih dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib.
(Lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Dzikir, hal. 468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
3. Tawassul kepada Nabi (setelah wafatnya) dan juga kepada selainnya, serta berlebihannya mereka dalam hal ini.
(Lihat Fadhail A’mal, bab Shalat, hal. 345, dan juga bab Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni.
(lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Qur’an, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
5. Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu KASYAF, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara ghaib atau batin.
(Lihat Fadhail A’mal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore)
6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi.
(lihat Shaqalatil Qulub, hal. 190)
Oleh karena itu, Muhammad Ilyas sang pendiri Jama'ah Tabligh telah membai’atnya di atas tarekat Jisytiyyah pada tahun 1314 H.
Bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah Syaikhnya tersebut.
(Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2)
7. Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi:
1- Jisytiyyah
2- Naqsyabandiyyah
3- Qadiriyyah
4- dan Sahruwardiyyah
(Ad-Da’wah fi Jaziratil ‘Arab, karya Asy-Syaikh Sa’ad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 12)
8. Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i.
(Fadhail A’mal, bab Fadhail Ash-Shalati ‘alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore)
9. Kebenaran suatu kaidah, bahwasanya segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan -walaupun ia benar- maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jama'ah.
(Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 10)
10. Keharusan untuk bertaqlid
(lihat Dzikir Wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakaria Al Kandahlawi, hal. 94, dinukil dari Jama’atut Tabligh ‘Aqaiduha wa
Ta’rifuha, hal. 70)
11. Banyaknya cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits LEMAH atau PALSU di dalam kitab Fadhail A’mal mereka, di antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46-47 dan hal. 50-52.
Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah.

Wallahul Musta’an

.......bersambung

Dan sesungguhnya masih banyak lagi Kesyirikan dan Bid'ah-Bid'ah yang di amalkan oleh Tokoh dan para Pengikut Jama'ah Tabligh, dengan keterbatasan ruang dan waktu, penjelasan di atas in syaa ALLAH mencukupi.

sumber :
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=153
〰〰〰
Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

{ Jama'ah Tabligh }- [ Bagian 2 ]- MEMBONGKAR KEDOK JAMA'AH TABLIGH


(Bagian - 2)

Markas Jama'ah Tabligh
-------------------------------------
Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin.
Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan).
Markas ketiga berada di kota Dakka (Bangladesh).
Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizb (rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq dan An-Naas, nama Allah yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14)
Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai sebuah Masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana di belakangnya TERDAPAT EMPAT BUAH KUBURAN. Dan ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari kalangan mereka sebagai masjid.
☝Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.

(Lihat Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Min Jama’atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12)

.......bersambung

Copyright: 1436H - 2015M : http://salafykolaka.net

{ Jama'ah Tabligh }- [ Bagian 3 ]- MEMBONGKAR KEDOK JAMA'AH TABLIGH


(Bagian - 3)

Asas dan Landasan Jama'ah Tabligh
-------------------------------------
Jama'ah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan.
Asas dan landasan ini mereka sebut dengan Al-Ushulus Sittah (enam landasan pokok) atau Ash-Shifatus Sittah (Sifat yang Enam / Enam Sifat).
☑ Dengan rincian sebagai berikut:
Sifat PERTAMA:
Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah.
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan:
“mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”.
Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya BERKISAR PADA TAUHID RUBUBIYYAH SEMATA.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 4)
☝Padahal makna Laa Ilaha Illallah, sebagaimana diterangkan para 'Ulama adalah:
“Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.”
(Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal. 52-55).
Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid;
Al-Uluhiyyah
Ar-Rububiyyah
dan Al-Asma waSh Shifat
(Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-‘Adnani, hal. 10)
Dan juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan:
“Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen) dari KESYIRIKAN, BID'AH, dan KEMAKSIATAN.”
(Fathul Majid, hal. 75)
Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara ‘keistimewaan’ Jama'ah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berikrar dengan Tauhid. Namun tauhid mereka TIDAK LEBIH DARI TAUHID-NYA KAUM MUSYRIKIN QURAISY MAKKAH, di mana perkataan mereka dalam hal Tauhid hanya berkisar pada tauhid Rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna Tashawwuf dan Filsafatnya. Adapun Tauhid Uluhiyyah dan Ibadah, mereka sangat kosong dari itu.
Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Sedangkan Tauhid Asma waSh Shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat”.
(Nazhrah ‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 46)
Sifat KEDUA:
Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri.
Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata:
“Demikianlah perhatian mereka kepada shalat dan kekhusyukannya. AKAN TETAPI, di sisi lain mereka SANGAT BUTA TENTANG RUKUN-RUKUN SHALAT, KEWAJIBAN-KEWAJIBANNYA, SUNNAH-SUNNAHNYA, HUKUM SUJUD SAHWI, DAN PERKARA FIQIH LAINNYS YANG BERHUBUNGAN DENGAN SHALAT DAN THAHAARAH.
Seorang Tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka.”
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 5- 6)
Sifat KETIGA:
Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir.
↪ Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian.
⭕ Yakni ilmu
Masail dan ilmu Fadhail.
Ilmu Masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing.
Sedangkan ilmu Fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritus Khuruj (lihat penjelasan di bawah, red) dan pada majlis-majlis tabligh.
Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari Fdhail Amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedoman Jama'ah (secara umum), seperti sifat yang enam dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para 'Ulama, serta tentang minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka berusaha untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para 'Ulama-nya.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas)
Sifat KE EMPAT:
Menghormati Setiap Muslim.
↪ Sesungguhnya Jama'ah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah Al-Walaa' (kecintaan) dan Al-Baraa' (kebencian).
▫Demikian pula perilaku mereka yang BERTENTANGAN dengan kandungan sifat keempat ini, di mana mereka MEMUSUHI orang-orang yang menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka, dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang tersebut ‘Alim Rabbani.
⭕ Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 8)
Sifat KELIMA:
Memperbaiki Niat.
↪ Tidak diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya.
Akan tetapi semuanya MEMBUTUHKAN ILMU. Dikarenakan Jama'ah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
Sifat KEENAM:
Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh KHURUJ (keluar untuk berdakwah, pen) bersama Jama'ah Tabligh.
4 Bulan untuk seumur hidup
40 Hari pada tiap tahun
3 hari setiap bulan
atau dua kali berkeliling pada tiap minggu.
Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah.
⌚ Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al-Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jama'ah yang khuruj, serta (berkumpul, kemudian) i’tikaf pada setiap malam Jum’at di Markaz (biasa disebut Malam Ijtima'i).
Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa KONSEP BERDAKWAH (ala mereka, pent) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jama'ah yang berpengalaman dalam hal Khuruj.
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
☝Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata;
“Khuruj di jalan Allah adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jama'ah Tabligh, pent) sebut dengan khuruj maka ini BID'AH. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus dibatasi dengan hari-hari tertentu.
Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan kemampuannya tanpa dibatasi dengan jama'ah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak.”
(Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 7)
☝Asy-Syaikh 'Abdurrazzaq ‘Afifi berkata;
“Khuruj mereka ini bukanlah di jalan Allah, tetapi di jalan Muhammad Ilyas.
Mereka tidaklah berdakwah kepada Al-Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, Syaikh mereka yang ada di Banglades (maksudnya India, pent).
(Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6)

.......bersambung

Tambahan: Enam Sifat di atas, biasanya di sampaikan ba'da shalat subuh, dan ini terus di ulang-ulang oleh mereka.

sumber :
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online

Copyright 1436H - 2015M : http://salafykolaka.net

{ Jama'ah Tabligh }- [ Bagian 1 ]- MEMBONGKAR KEDOK JAMA'AH TABLIGH


(Bagian - 1)

Jamaah Tabligh, tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita, terlebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah.
Dengan menghindari ilmu-ilmu fiqh dan Aqidah yang sering dituding sebagai "BIANG PEMECAH BELAH UMMAT", membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
▫Bahkan saking populernya, bila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya;
”Mas, Jamaah Tabligh yaa?”
                 atau
“Mas, karkun yaa?”
Yang lebih tragis jika ada yang berpenampilan
serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh.
Pro dan kontra tentang mereka pun meruak.
Lalu bagaimanakah hakikat jamaah yang berKiblat ke India ini?
Kajian kali ini adalah jawabannya.
Pendiri Jamaah Tabligh
-------------------------------------
Jamaah Tabligh didirikan oleh SEORANG SUFI dari tarekat
JISYTIYYAH yang berakidah MATURIDIYYAH dan bermadzhab
fiqih Hanafi.
Ia bernama Muhammad Ilyas bin
Muhammad Isma’il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi
merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Sementara Ad-Dihlawi
dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi), ibukota India.
Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H. dengan nama asli Akhtar Ilyas.
Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H.
(Bis Bri Musliman, hal.583, Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 144-146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2)

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh
-------------------------------------
Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan;
”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas.
Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini.
Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.”
(Nazhrah ‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jama’ah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jama’atut Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal.19)
Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh, red), bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke Makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
(Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 3)

......bersambung

Copyright 1436H - 2015M :  http://salafykolaka.net

Kamis, 02 Juli 2015

{FIQHI}- ZAKAT FITRAH



بسم اللّٰه الرحمن الرحيم

ZAKAT FITRAH

Istilah Zakat fitrah tidak asing bagi telinga kita pada setiap tahunnya kita
tidak pernah absen untuk menunaikannya.
1⃣Apa Hukumnya dan kepada siapa diwajibkannya?

Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin.sahabat abdulloh bin umar berkata:
 فرض رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه وسلم. زكاة الفطر صاعا من تمر او صاعا من شعر على العبد و الحر والزكر والانثى والصغير والكبير من المسلمين.

Rosululloh telah mewajibkan zakat fitroh berupa satu shoo kurma
atau gandum bagi budak, orang merdeka, laki laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin.(HR,Bukhori no 1503).

2⃣Dengan apa seseorang berzakat dan berapa ukurannya?

Yang dikeluarkan sebagai zakat fitroh adalah bahan makanan pokok suatu daerah.ukurannya satu shoo'.sebagaimana hadits abu sa'id al hudri رضي اللّٰه عنه.ia berkata:

Kami di jaman Nabi biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa 1 shoo' makanan, satu shoo' gandum, satu shoo' kismis(Mutafaqun'alaih) dan dalam riwayat lain 1 shoo' keju.
Al Imam ibnul qoyyim ketika menyebutkan lima jenis bahan makanan di atas berkata:
ini semua merupakan mayoritas makanan pokok penduduk madinah,adapun jika penduduk suatu negri atau tempat makanan pokoknya selain itu(yang di sebutkan),maka di keluarkan satu shoo' dari makanan pokok mereka.
⏩Catatan.
Satu shoo' senilai dengan 4 mud.1 mud sama dengan 1 cakupan dari 2 telapak tangan yg berukuran sedang,atas dasar ini ada perbedaan pendapar para ulama dalam hal kepastian ukurannya, ada yg menyatan 1 shoo' senilai kurang lebih 2 kilo 40 gram, atau 2,04 kg sebagai fatwa asy syaikh muhammad bin sholih al utsaimin, ada yg menyatakan 3 kg sebagaimana pendapat syaikh abdul aziz bin abdulloh bin baz.adapun di negara kita umumnya senilai 2,5 kg.

3⃣BOLEHKAH ZAKAT FITROH DENGAN UANG?

Pendapat jumhur ulama diantaranya imam syafi'i, dan imam ahmad berpandangan tidak boleh mengeluarkan zakat fitroh dengan bentuk uang.
Imam Nawawi Berkata:
Pernyataan Imam syafi'i menunjukkan bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilai (mata uang).(AL MAJMU' 5/401)
Abu dawud mengatakan:
Aku mendengar Al Imam Ahmad di tanya bolehkah saya memberi uang dirham yakni zakat fitrah?
Beliau menjawab:
Saya khawatir tidak sah, karena menyelisihi sunnah رسول اللّٰه.
Asy syaikh Bin baz berkata:
Membayar zakat fitrah dengan uang tidak di perbolehkan menurut jumhur ulama, dan wajib di tunaikan dengan makanan pokok dan sebagaimana yang telah di tunaikan oleh Nabi dan Para sahabatnya.(Fatawa romadhon, hal 924).
Demikian pula yang di fatwakan oleh syaikh ibnul utsaimin dan asy syaikh sholih fauzan.(FATAWA RAMADHAN, HAL 918,920.
Yang demikian ini semata mata mengikuti sunnah رسول اللّٰه,karena telah ada di zaman رسول اللّٰه mata uang seperti dinar dan dirham,akan tetapi beliau dan para sahabatnya tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang tertentu, dan merupakan keyakinan kaum muslimin bahwa syari'at ini merupakan mutlaq dari اللّٰه dan رسول nya, maka اللّٰه lah yang maha mengetahui hikmah dan syari'atnya.

4⃣KEPADA SIAPA DI SALURKAN?

Zakat fitrah ini di salurkan secara khusus untuk orang miskin.
Asy syaikh Al albani berkata:
Belum Ada dalam sunnah amaliyah (amalan nabi) yang menunjukkan tentang pembagian zakat fitrah seperti ini (untuk delapan golongan-pent) bahkan sabda beliau dalam hadits ibnu abbas رضي اللّٰه عنه

وطعمة للمساكين

....dan sebagai makanan untuk orang orang miskin.
menunjukkan pengkhususan untuk orang orang miskin.
adapun ayat (At Taubah:60) berlaku untuk zakat mal(harta) bukan zakat fitrah dengan dasar apa yang terdapat dalam ayat sebelumnya....,pendapat inilah yg dipilih syaikhul islam ibnu taimiyyah dan beliau mempunyai fatwa yg sangat bermanfaat dalam hal ini,sebagaimana yang terdapat dalam majmu' fatawa (juz 25,hal.71-78,pent).
pendapat ini juga yang di pegang oleh Asy syaukani dalam as sailur jarror(juz 2,hal 86-87).
oleh karena itu ibnul qoyyim berkata dalam zadul ma'ad( juz 2 hal 21):
Merupakan tuntunanya رسول اللّٰه pengkhususan zakat fitrah untuk orang orang miskin......(Tamamul minnah,hal 387-388).
Demikian pula yang di fatwakan oleh syaikh sholeh al fauzan, asy syaikh abdul aziz abdulloh bin baz, dan syaikh ibnul utsaimin(FATAWA RAMADHAN, HAL.920,924,936).

📝KAPAN WAKTU PENUNAIAN ZAKAT FITRAH

5⃣Kapan kah waktu penunaian zakat fitrah?

Waktu penunaian zakat fitrah adalah sebelum sholat idul fitri yaitu:
Sebelum orang orang berangkat menuju sholat atau sehari dua hari sebelumnya.Dan tidak boleh di tunaikan sesudah sholat idul fitri.
Hal ini berdasarkan beberapa riwayat:

1.Dari sahabat 'abdulloh bin 'umar ia berkata:

وأمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة.

.....Dan beliau رسول اللّٰه memerintahkan agar zakat fitrah ini di tunaikan sebelum keluarnya orang orang menuju sholat 'idul fitri.(HR, AL BUKHORI.NO.1503)

2.Dari nafi' ia berkata:
.....dahulu para sahabat رسول اللّٰه menunaikannya sehari atau dua hari sebelum sholat 'idul fitri.(HR.AL BUKHORI NO.1511).

3.Dari Ibnu Abbas .رسول اللّٰه bersabda:

و من اداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات.

Barang siapa menunaikannya sesudah sholat 'idul fitri, maka ia sebagai shodaqoh dari shodaqoh shodaqoh yang biasa ( tidak terhitung sebagai zakat fitrah-pent).(HR.ABU DAWUD)

Adapun bacaan khusus ketika menunaikannya, maka belum pernah ada keterangan dari رسول اللّٰه
baik untuk pemberi maupun penerima.
Namun di anjurkan bagi penerima zakat untuk mendoakan pemberi zakat, berdasarkan firman اللّٰه di QS.AT TAUBAH:103.

6⃣BAGAIMANA KALO DI TUNAIKAN DI AWAL ROMADHON?

Asy syaikh ibnul utsaimin berkata yang di tunaikan di awal ramadhan.
Dan pendapat yang rojih(kuat) adalah tidak boleh, karena tidaklah di beri nama dengan zakat fithr kecuali karena terjadi di akhir bulan(Menjelang idul fitri).
Rosululloh memerintahkan agar ia di tunaikan sebelum keluarnya orang orang menuju sholat 'idul fitri dan para sahabat pun menunaikannya sehari atau dua hari sebelum sholat 'id.(FATAWA RAMADHAN.HAL 953).

اللّٰه أعلم
📝Di ambil Dari buletin Al Ilmu jember kajian fiqih.
Edisi 35/1X/5/1428 H.

Disalin:
Abu Dzar Al Falimbaniy.

📶 WA Fadhlul Islam Bandung

Copyright 2015 : http://salafykolaka.net