Sabtu, 31 Oktober 2015

{ AUDIO }-Dauroh Majalengka "Jinayatu At-Tamayyu' (Jeleknya Sikap Lembek)"dan"Pakaian Syar'i Di Tengah Kehidupan Masa Kini"

Rangkaian Dauroh Masjid Al-Atsari - Majalengka

Sabtu, 04 Muharram 1437H ~ 17.10.2015M

Bersama :
Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafizhahullah

Tema :
Jinayatu At-Tamayyu'(Jeleknya Sikap Lembek)

Pakaian Syar'i Di Tengah Kehidupan Masa Kini

02. [Sesi 1]Download Audio di sini

03. [Sesi TJ] - Download Audio di sini

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Sumber: 
Salafy Majalengka
--------------------------------------
Copyright: 2015 http://salafykolaka.net



{ AUDIO }- Dauroh Cileungsi, Bogor "Mewaspadai Makar JIL, JIN dan Syi'ah"



Rangkaian Dauroh Ma'had Riyadhul jannah  Cileungsi, Bogor

Rabu, 01 Muharram 1437H ~ 14.10.2015M 

Bersama :
Al-Ustadz Qomar Suaidi hafizhahullah

Tema :
Mewaspadai Makar JIL, JIN dan Syi'ah

>>> Link Download<<<

01. [Sesi 1] - Download Audio di sini

02. [Sesi 2] - Download Audio di sini

03. [Sesi TJ] - Download Audio di sini

[Taushiyah Ummahat]

[Taushiyah Ba'da Isya']
Bersemangatlah untuk perkara yang bermanfaat

[Taushiyah bersama Al-Ustadz Abu Yahya Mu'adz hafizhahullah]
Bersemangat Mencari dan Mengamalkan Ilmu
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Sumber: WA Salafy Cileungsi
______________________________________

Copyrigth: 1437H-2015M http://salafykolaka.net

{ AUDIO }- Dauroh Junrejo-Batu"Bahaya Fanatisme dan Dampak Negatifnya"



Rangkaian Dauroh Junrejo-Batu
-------------------------------------------------

Sabtu & Ahad, 26-27 Dzulhijjah 1436H ~ 10-11.10.2015M



Masjid Al-Istiqomah, Ma'had As-Sunnah Junrejo - Batu 

Pemateri:


Al-Ustadz Muhammad bin Umar As-Sewed hafizhahullah


Tema:

Bahaya Fanatisme dan Dampak Negatifnya
---------------------------------------------------------------

>>>>>>_ AUDIO REKAMAN_<<<<<<<






----------------------------------------

Sumber Salafy Cirebon


Copyright: 1437H-2015M http://salafykolaka.net

Kamis, 29 Oktober 2015

{ Fiqh Sholat }-Hal-hal terkait Imam dan Makmum


Bagian keempat ( 4 )
---------------
Imam yang Dibenci oleh Makmum.
*****************

ثَلَاثَةٌ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ آذَانَهُمْ الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ

Ada 3 kelompok orang yang sholatnya tidak melewati telinga mereka: Budak yang lari (dari tuannya) hingga kembali, seorang wanita yang melewati malam dalam keadaan suaminya marah, dan seorang imam suatu kaum yang mereka membencinya (H.R atTirmidzi dihasankan olehnya dan disepakati al-Albany) 
Al-Imam Ahmad menjelaskan: jika yang membencinya adalah satu, dua, atau tiga (makmum), maka yang demikian tidak mengapa, hingga yang membencinya adalah mayoritas (makmum). Jika imam adalah orang yang baik Diennya dan berada di atas sunnah, kemudian makmum membencinya karena itu, yang demikian tidaklah makruh ia menjadi imam (al-Mughni karya Ibnu Qudamah(3/482)) 

Ibnul Malik menjelaskan bahwa hal ini jika Imam tersebut adalah orang yang berbuat kebid’ahan, kefasikan, atau bodoh (tidak tahu ilmu Dien). Adapun jika kebencian pribadi karena masalah duniawi, maka yang demikian tidaklah menjadi masalah (disarikan dalam Tuhfatul Ahwadzi (2/288)). 

Jika Imam Sholat Duduk, Apa yang Dilakukan Makmum? 
Ada dua keadaan, sebagaimana perincian yang dijelaskan dalam Fatwa al-Lajnah adDaaimah:

1. Imam tidak bisa sholat duduk sejak awal sholat, maka para makmum juga memulai sholat duduk dari awal. 

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاكٍ فَصَلَّى جَالِسًا وَصَلَّى وَرَاءَهُ قَوْمٌ قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ اجْلِسُوا فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا

Dari Aisyah –radhiyallahu anha- Ummul Mukminin bahwasanya beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sholat di rumahnya ketika sakit dalam keadaan duduk. Maka para Sahabat sholat di belakang beliau dengan berdiri. Maka beliau memberikan isyarat agar para makmum duduk. Setelah selesai sholat beliau bersabda: Sesungguhnya Imam dijadikan untuk diikuti. Jika ia rukuk, maka rukuklah. Jika ia bangkit maka bangkitlah. Jika ia sholat dengan 
(duduk, maka sholatlah dengan duduk (H.R al-Bukhari) 

2. Imam di permulaan sholat berdiri, kemudian di pertengahan sholat tidak bisa berdiri dan sholat duduk, maka makmum boleh terus sholat dengan berdiri. 
Dalilnya adalah hadits Aisyah riwayat al-Bukhari bahwa pada saat Nabi sakit, Abu Bakr awalnya menjadi Imam. Kemudian setelah Nabi merasa beliau bisa sholat berjamaah beliau dipapah oleh Ali dan Abbas hingga mengambil posisi di samping Abu Bakr. Nabi menjadi imam dengan duduk dan para Sahabat melanjutkan sholat seperti keadaan semula (tetap berdiri). 

ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ قَالَتْ فَفَعَلْنَا فَاغْتَسَلَ فَذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ قَالَتْ فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ قُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ أَصَلَّى النَّاسُ فَقُلْنَا لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُونَ النَّبِيَّ عَلَيْهِ السَّلَام لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ فَأَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ بِأَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَأَتَاهُ الرَّسُولُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ رَجُلًا رَقِيقًا يَا عُمَرُ صَلِّ بِالنَّاسِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَنْتَ أَحَقُّ بِذَلِكَ فَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ تِلْكَ الْأَيَّامَ ثُمَّ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَخَرَجَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا الْعَبَّاسُ لِصَلَاةِ الظُّهْرِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ ذَهَبَ لِيَتَأَخَّرَ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنْ لَا يَتَأَخَّرَ قَالَ أَجْلِسَانِي إِلَى جَنْبِهِ فَأَجْلَسَاهُ إِلَى جَنْبِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ فَجَعَلَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي وَهُوَ يَأْتَمُّ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ

Nabi shollallahu alaihi wasallam merasa berat (mengerjakan sholat karena sakit) kemudian beliau bertanya: Apakah manusia sudah sholat? Kami mengatakan: Tidak. Mereka menunggu anda. Nabi bersabda: Letakkan untukku air dalam bejana. Aisyah berkata: Maka kami lakukan hal itu. Kemudian beliau mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau siuman. Kemudian Nabi bertanya: Apakah manusia sudah sholat? Kami berkata: Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah. Nabi bersabda: Letakkan untukku air di bejana. Kemudian beliau duduk dan mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau tersadar. Kemudian bertanya: Apakah manusia sudah sholat. Kami berkata: Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah. Nabi bersabda: Letakkan untukku air di bejana. Kemudian beliau duduk dan mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau siuman. 
Kemudian beliau bertanya: Apakah manusia sudah sholat? Kami berkata: Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah. Manusia diam di masjid menunggu Nabi shollallahu alaihi wasallam untuk sholat Isya. Kemudian Nabi mengutus orang untuk memerintahkan Abu Bakr agar sholat bersama manusia (sebagai Imam). Kemudian utusan itu dating dan berkata (kepada Abu Bakr): Sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memerintahkan engkau untuk sholat bersama manusia. Abu Bakr adalah seseorang yang lembut. Ia berkata kepada Umar: Wahai Umar, sholatlah bersama manusia (sebagai imam). Umar berkata kepada beliau: Engkau lebih berhak untuk itu. Maka Abu Bakr menjadi Imam pada hari-hari itu. Kemudian (setelah beberapa hari) Nabi merasa agak baikan. Kemudian beliau keluar dipapah dua orang salah satunya Abbas untuk sholat Dzhuhur. Pada saat itu Abu Bakr sedang mengimami manusia. Ketika Abu Bakr melihat Nabi, beliau mundur. Nabi memberi isyarat agar Abu Bakr tidak mundur (tetap di tempat). Nabi berkata: Dudukkan aku di sampingnya (Abu Bakr). Maka beliau didudukkan di samping Abu Bakr, sehingga Abu Bakr bermakmum kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam dan manusia mengikuti Abu Bakr, dalam keadaan Nabi shollallahu alaihi wasallam sholat duduk (H.R al-Bukhari dari Aisyah) 
(dikutip dari Buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat)
-------------------
Ustadz Abu Utsman Kharisman
--------------------------
WA al-I'tishom
_________________
Copyrigth: 1437M - 2015M http://salafykolaka.net

{ Fiqh Sholat }-Hal-hal terkait Imam dan Makmum


Bagian ketiga ( 3 )
--------------
Setelah Selesai Sholat Berjamaah, Imam Baru Sadar Bahwa Ia Masih Berhadats.
***************
Jika setelah selesai sholat berjamaah Imam baru sadar bahwa ia ternyata berhadats, maka sholat makmum sah (tidak harus mengulang) sedangkan sholat Imam batal (harus mengulang) (penjelasan Ibnu Qudamah dalam asy-Syarhul Kabiir (2/55)). 

Sebagaimana hal tersebut pernah terjadi pada para Sahabat seperti Umar bin al-Khotthob, Utsman, Ali dan Ibnu Umarradhiyallahu anhum ajmain. Mereka pernah sholat menjadi Imam, kemudian selesai sholat sadar masih berhadats, maka mereka mengulangi sholat dan tidak menyuruh makmum 
untuk mengulangi sholat (disebutkan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (3/265)).

عَنْ إبْرَاهِيمَ ؛ أَنَّ عُمَرَ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُبٌ فَأَعَادَ ، وَأَمَرَهُمْ أَنْ لاَ يُعِيدُوا

Dari Ibrahim bahwasanya Umar sholat bersama manusia dalam keadaan junub, kemudian ia mengulangi sholat dan tidak memerintahkan mereka (makmum) untuk mengulangi sholat (H.R Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf) 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ؛ أَنَّهُ صَلَّى بِهِمَ الْغَدَاةَ ، ثُمَّ ذَكَرَ أَنَّهُ صَلَّى بِغَيْرِ وُضُوءٍ فَأَعَادَ ، وَلَمْ يُعِيدُوا

Dari Ibnu Umar bahwasanya ia sholat bersama mereka (para makmum) sholat Subuh kemudian beliau baru ingat bahwa beliau sholat tanpa berwudhu’, maka beliau mengulangi sedangkan mereka (para makmum) tidak mengulangi (H.R Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf)

عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ عَمْرو بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الْمُصْطَلِق : أَنَّ عُثْمَانَ صَلَّى بِالنَّاسِ ، وَهُوَ جُنُبٌ ، فَأَعَادَ وَلَمْ يُعِيْدُوا

Dari Muhammad bin Amr bin al-Harits bin al-Mustholiq bahwasanya Utsman sholat bersama manusia dalam keadaan junub kemudian beliau mengulang sholat dan mereka (para makmum) tidak mengulang sholat (riwayat al-Baihaqy dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar)

عَنْ عَلِيٍّ ، قَالَ : إذا صَلَّى الْجُنُبُ بِالْقَوْمِ فَأَتَمَّ بِهِمَ الصَّلاَة ، آمُرُه أَنْ يَغْتَسِلَ وَيُعِيدَ ، وَلَمْ آمُرْهُمْ أَنْ يُعِيدُوا

Dari Ali beliau berkata: Jika seorang junub sholat bersama suatu kaum menjadi Imam bagi mereka, maka aku perintahkan ia untuk mandi dan mengulang sholatnya dan aku tidak memerintahkan mereka (para makmum) untuk mengulang (sholatnya)(riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf) 
Namun jika seorang makmum mengetahui dengan yakin bahwa Imamnya telah berhadats saat sebelum sholat selesai, tapi ia tetap sholat bersamanya, maka sholatnya juga tidak sah. 
Sholat Imam Terpengaruh dengan Keadaan Makmum 

عَنْ أَبِي رَوْحٍ مِنْ ذِي الْكَلَاعِ عَنْ رَجُلٍ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ فَقَرَأَ بِالرُّومِ فَتَرَدَّدَ فِي آيَةٍ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ إِنَّهُ يَلْبِسُ عَلَيْنَا الْقُرْآنَ أَنَّ أَقْوَامًا مِنْكُمْ يُصَلُّونَ مَعَنَا لَا يُحْسِنُونَ الْوُضُوءَ فَمَنْ شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعَنَا فَلْيُحْسِنْ الْوُضُوءَ

Dari Abu Rouh dari Dzil Kalaa’ dari seorang laki-laki (Sahabat Nabi) bahwasanya ia sholat Subuh bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam, beliau membaca surat arRuum kemudian beliau mengulang-ulang satu ayat (karena ada yang terlupa, pent). Ketika selesai sholat beliau bersabda: Sesungguhnya tersamarkan padaku (bacaan) al-Quran. Sesungguhnya kaum di antara kalian ada yang sholat bersama kami tidak menyempurnakan wudhu. Barangsiapa yang sholat bersama kami 
hendaknya memperbaiki wudhu’nya (H.R Ahmad, dihasankan Ibnu Katsir dan al-Albany )   
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: “Hadits ini sanadnya hasan dan matannya hasan. Di dalamnya terdapat rahasia yang menakjubkan dan berita yang aneh, bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam terpengaruh dengan tidak sempurnanya wudhu’ pada orang yang bermakmum pada beliau. Ini menunjukkan bahwa sholat makmum berkaitan dengan sholat Imam (Tafsir Ibn Katsir di akhir surat arRuum) 
Faidah lain yang bisa diambil dari hadits:
1. Disunnahkannya sholat berjamaah bersama orang-orang shalih yang perhatian dengan sunnah dan memperbaiki wudhu’ mereka.
2. Menyempurnakan wudhu menyebabkan dimudahkannya seseorang untuk menunaikan ibadah dan menyempurnakannya
(disarikan dari Tafsir Ibn Katsir surat atTaubah ayat 108). 
Dikutip dari buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat)
----------------
Ustadz Abu Utsman Kharisman
WA al-I'tishom
________________
Copyright:  2015 http://salafykolaka.net

{ Fiqh Sholat }-Hal-hal terkait Imam dan Makmum


  Bagian kedua ( 2 )
------------------
Bolehkah Mengadakan Sholat Berjamaah Berikutnya Ketika Terlambat, di Masjid yang Baru Selesai Sholat Berjamaah? 
**************
Jawabannya:

Boleh. Selama hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan sehingga menggampangkan untuk terlambat dan dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan dan kebencian di antara kaum muslimin. Secara asal hukumnya boleh. 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَصْحَابِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا فَيُصَلِّيَ مَعَهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَصَلَّى

Dari Abu Said al-Khudry –radhiyallahu anhu- bahwa seorang laki-laki masuk ke masjid saat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam telah sholat bersama para Sahabatnya. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang (mau) bershodaqoh untuk satu orang ini sehingga sholat bersamanya? Maka berdirilah satu orang laki-laki kemudian sholat (berjamaah bersama orang yang terlambat, pent)(H.R Ahmad) 

عَنْ أَبِى عُثْمَانَ قَالَ : جَاءَنَا أَنَسٌ وَقَدْ صَلَّيْنَا فَأَذَّنَ وَأَقَامَ وَصَلَّى بِأَصْحَابِهِ

Dari Abu Utsman beliau berkata: Anas mendatangi kami (di masjid) saat kami telah sholat. Maka beliau (menyuruh) adzan, iqomat, dan sholat bersama para Sahabatnya (riwayat al-Baihaqy, dan disebutkan secara ta’liq oleh al-Bukhari dalam Shahihnya)

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ ، أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَقَدْ صَلَّوْا فَجَمَّعَ بِعَلْقَمَةَ وَمَسْرُوقٍ وَالأَسْوَدِ

Dari Salamah bin Kuhail bahwasanya Ibnu Mas’ud masuk ke masjid yang telah ditegakkan sholat (berjamaah), maka beliau kemudian berjamaah dengan Alqomah, Masruq, dan al-Aswad (H.R Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih). 

Bagi seorang yang terlambat mendatangi sholat berjamaah, ia bisa memilih melakukan salah satu dari tindakan:
1. Pindah mencari masjid lain untuk sholat berjamaah (seperti yang dilakukan Sahabat al-Aswad), atau
2. Mengadakan sholat berjamaah lagi (seperti yang dilakukan oleh Sahabat Anas bin Malik dan Ibnu Mas’ud)
3. Sholat sendiri-sendiri
4. Pulang ke rumah sholat berjamaah dengan yang ada di rumah. Hal ini juga pernah dilakukan Nabi 

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَقْبَلَ مِنْ نَوَاحِى الْمَدِيْنَةِ يُرِيْدُ الصَّلاَةَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا فَمَالَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَجَمَعَ اَهْلَهُ فَصَلَّى بِهِمْ

dari Abu Bakrah bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam datang dari pinggiran Madinah hendak sholat, ternyata beliau dapati manusia telah selesai sholat. Maka kemudian beliau kembali ke rumahnya, mengumpulkan keluarganya dan sholat bersama mereka (H.R atThobarony, dinyatakan para perawinya terpercaya oleh al-Haitsamy) 

Disyariatkannya Mengganti Imam Saat Batal di Tengah Sholat 
Jika Imam tidak bisa melanjutkan sholat karena sebab tertentu seperti batal wudhu’nya, lupa belum berwudhu’, atau sebab lainnya, maka ia bisa memilih makmum untuk menggantikan dirinya dan meneruskan sholat. Sebagaimana Umar bin al-Khotthob ketika ditikam pada sholat Subuh, beliau memegang tangan Abdurrahman bin Auf untuk menggantikan beliau sebagai Imam (H.R al-Bukhari). Demikian juga Ali bin Abi Tholib pernah terkena mimisan di hidungnya, kemudian beliau memilih salah satu makmum untuk menjadi Imam menggantikannya (riwayat Said bin Manshur). 
Yang dipilih untuk menggantikan Imam sebaiknya adalah seseorang yang ikut sholat berjamaah sejak awal. 
Namun, jika yang dipilih menggantikan Imam adalah masbuq, maka masbuq melanjutkan Imam. Saat semestinya salam, masbuq yang menjadi Imam itu memberikan isyarat dan makmum boleh memilih, apakah memisahkan diri (salam duluan), atau duduk menunggu Imam masbuq ini menyelesaikan sholatnya (al-Minhaj karya anNawawy (1/64)).  
Sebagian Ulama menjelaskan bahwa Imam masbuq yang hendak sampai pada bagian salam untuk makmum, bisa memilih salah satu makmum menggantikan dirinya sebagai Imam, agar Imam dan makmum salam bersama-sama, sedangkan dirinya melanjutkan sholat sendirian. 
Jika Imam tidak memilih seseorang untuk menggantikan, maka makmum bisa saja melakukan salah satu hal:
1. Memilih (dengan memberi isyarat) agar salah satu makmum menjadi Imam, atau
2. Melanjutkan sholat sebagai sholat sendiri-sendiri
(disarikan dari penjelasan Ibnu Qudamah dalam asy-Syarhul Kabiir (1/498)). 
(dikutip dari buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat)
----------------

Ustadz Abu Utsman Kharisman
----------------
WA al-I'tishom
________________


Copyright:  2015  httpa://salafykolaka.net

{ Fiqh Sholat }-Hal-hal terkait Imam dan Makmum


Bagian ke Pertama ( 1 )
-------------------
Larangan Meninggalkan Masjid Saat Sudah Dikumandangkan Adzan Kecuali Jika Ada Keperluan .
____________________________

لاَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ فِي مَسْجِدِي ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ لِحَاجَةٍ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ إِلاَّ مُنَافِق

Tidaklah ada yang mendengar adzan di masjidku kemudian keluar darinya kecuali karena ada keperluan, kemudian tidak kembali kecuali ia adalah munafiq (H.R atThobarony, dinyatakan oleh al-Haitsamy bahwa para perawinya adalah para perawi dalam as-Shahih

عَنْ أَبِي الشَّعْثَاءِ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى 
خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abusy Sya’tsaa’ beliau berkata: Kami sedang duduk di masjid bersama Abu Hurairah kemudian muadzin mengumandangkan adzan. Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dari masjid berjalan pergi. Kemudian Abu Hurairah mengikuti dengan pandangannya hingga laki-laki itu keluar masjid. Maka Abu Hurairah berkata: Orang ini telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam (H.R Muslim) 
Tidak boleh bagi seseorang yang sedang berada di masjid saat dikumandangkan adzan kemudian keluar kecuali jika ia ada keperluan seperti ke toilet, atau karena sakit, atau menjadi Imam atau muadzin di tempat lain, atau hendak sholat di masjid lain untuk dilakukan sholat jenazah setelahnya. Bisa juga karena berpindah ke masjid lain karena sebab yang syar’i karena bacaan Imamnya lebih baik, atau sebab lain (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Syarh Riyaadhis Shoolihin (1/2140)). 
Nabi shollallahu alaihi wasallam juga pernah lupa bahwa beliau belum suci (dari janabah) saat akan menjadi Imam dan shof sudah ditegakkan. Akhirnya beliau memerintahkan para Sahabat untuk tetap di posisi mereka, kemudian beliau keluar masjid untuk mandi dan kembali menjadi Imam. Hal itu juga menunjukkan bolehnya keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan/iqomat karena ada keperluan yang harus dikerjakan. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَقَدْ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَعُدِّلَتْ الصُّفُوفُ حَتَّى إِذَا قَامَ فِي مُصَلَّاهُ انْتَظَرْنَا أَنْ يُكَبِّرَ انْصَرَفَ قَالَ عَلَى مَكَانِكُمْ فَمَكَثْنَا عَلَى هَيْئَتِنَا حَتَّى خَرَجَ إِلَيْنَا يَنْطِفُ رَأْسُهُ مَاءً وَقَدْ اغْتَسَلَ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam keluar (menuju masjid) dan telah dikumandangkan iqomat sholat serta shaf telah ditegakkan, hingga ketika beliau telah berdiri di tempat sholatnya dan kami menunggu takbir beliau. Beliau berpaling dan menyatakan: Tetaplah di tempat kalian. Maka kami diam tetap dalam keadaan kami itu hingga beliau keluar menuju kami kepalanya meneteskan air (menunjukkan bahwa beliau) telah mandi (H.R al-Bukhari)
Larangan Mendatangi Sholat Berjamaah dengan Tergesa-gesa. Hendaknya Berjalan dengan Tenang 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ رِجَالٍ فَلَمَّا صَلَّى قَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Dari Abdullah bin Abi Qotadah dari ayahnya beliau berkata: Ketika kami sholat bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam tiba-tiba terdengar gerakan kaki para lelaki (tergesa-gesa). Setelah selesai sholat beliau bertanya: Ada apa dengan kalian. Para Sahabat menyatakan: Kami tergesa-gesa menuju sholat. Nabi menyatakan: Janganlah demikian. Jika kalian mendatangi sholat, hendaknya kalian tenang. Apa yang kalian dapati maka sholatlah, apa yang terluput, maka sempurnakanlah (H.R al-Bukhari dan Muslim) 
Tetap Mendapatkan Pahala Sempurna Bagi yang Terlambat Datang Sholat Berjamaah di Masjid Karena Udzur 

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ 
شَيْئًا
Barangsiapa yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhu’nya kemudian berangkat (ke masjid), di sana ia dapati manusia telah selesai sholat, Allah Azza Wa Jalla akan memberikan kepadanya pahala seperti orang yang hadir dan sholat, tidaklah dikurangi dari pahalanya sedikitpun (H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim dan disepakati adz-Dzahaby dan al-Albany). 
(dikutip dari buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat')
----------------------
Ustadz Abu Utsman Kharisman
WA al-I'tishom
______________________
Copyright: 2015 http://salafykolaka.net

Selasa, 27 Oktober 2015

{ AUDIO }- Dauroh Sinjai "Sabar Dalam Meniti Dakwah Rasulullah Shallallhualaihi Wasallam"


Rangkaian Acara Dauroh Yang di lakasanakan di Kabupaten SINJAI pada hari Jum'at pada tgl 9 Muharam 1437 H - 23 Oktober 2015 M.

Pemateri:

 Al Ustadz Muahammad Afifuddin As Sidawy hafidzahulloh.

Audio Rekaman:

Khutbah Jum'at 
----------------------------------
Tausiyah Ba'da Maghrib
------------------------------------
Sabar Dalam Meniti Dakwah Rasulullah Shallallhualaihi Wasallam



----------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Pengurus Masjid As Sunnah Sinjai
-------------------------------------------
Copyright: 1437H - 2015M http://salafykolaka.net

Senin, 26 Oktober 2015

{ AUDIO }- Dauroh Bone "Jadilah Wanita Penghuni Syurga dan Jalan Keselamatan"


Rangkaian Acara Dauroh Yang di lakasanakan di Kabupaten BONE pada hari sabtu sampai dengan ahad bertepatan pada tgl 11/12 Muharam 1437 H - 24/25 Oktober 2015 M.

Pemateri:

 Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawy hafidzahulloh

Materi: 
Jadilah......Wanita Penghuni Syurga dan Jalan Keselamatan (Sabiilun Najah) Karya Ay-Syaikh Robi' bin Hadi Al Madkholi Hafidzahullohu ta'alaa
------------------------------------------------------------------------
Audio Rekaman:
----------------------
Jadilah wanita penghuni Surga
-----------------------------------------------------------

Jalan Keselamatam (Sabiilun Najah)




-----------------------------------------------------------

Taushiyah Sabtu Ba'da Sholat Shubuh
--------------------------------------

Taushiyah Ahad Ba'da Sholat Shubuh

Sumber:
Panitia Penyelenggara Kajian Islam Ahlussunnah BONE

Copyright 1437H - 2015M http://salafykolaka.net


Selasa, 20 Oktober 2015

{ AKHLAQ }-MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM UCAPAN "JAZAAKALLOHU KHAIRON"



Kini adalah beberapa fatwa yang bermanfaat dari Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta’ala,
menjawab beberapa pertanyaan setelah Beliau menjelaskan hadits Usamah bin Zaid radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من صُنِعَ إليه مَعْرُوفٌ فقال لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ الله خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ في الثَّنَاءِ“
Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan : jazaakallahu khaer (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.”
(HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam Al-kubra (6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar dalam musnadnya:7/54. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Berikut ini fatwa Al-Allamah Abdul Muhsin hafizhahullah, semoga bermanfaat.
Pertanyaan 1:
sebagian ikhwan ada yang menambah pada ucapannya dengan mengatakan “jazakallah khaeran wa zawwajaka bikran” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan menikahkanmu dengan seorang perawan),dan yang semisalnya. Bukankah tambahan ini merupakan penambahan dari sabda Rasul shallallahu alaihi wasallam,dimana beliau mengatakan “sungguh dia telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.?
Beliau menjawab:Tidak perlu (penambahan) doa seperti ini,sebab boleh jadi (orang yang didoakan) tidak menginginkan do’a yang disebut ini.Boleh jadi orang yang dido’akan dengan do’a ini tidak menghendakinya.Seseorang mendoakan kebaikan,dan setiap kebaikan sudah mencakup dalam keumuman doa ini.
Namun jika seseorang menyebutkan do’a ini,bukan berarti bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam melarang untuk menambah dari do’a tersebut
Namun beliau hanya mengabarkan bahwa ucapan ini telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.
Namun seandainya jia dia mendoakan dan berkata: “jazakallahu khaer wabarakallahu fiik wa ‘awwadhaka khaeran” (semoga Allah membalas kebaikanmu dan senantiasa memberkahimu dan menggantimu dengan kebaikan pula” maka hal ini tidak mengapa.
Sebab Rasul Shallallahu alaihi wasallam tidak melarang adanya tambahan do’a.Namun tambahan do’a yang mungkin saja tidak pada tempatnya,boleh jadi yang dido’akan dengan do’a tersebut tidak menghendaki apa yang disebut dalam do’a itu.
Pertanyaan 2:
Ada sebagian orang berkata:ada sebagian pula yang menambah tatkala berdo’a dengan mengatakan : jazaakallahu alfa khaer” (semoga Allah membalasmu dengan seribu kebaikan” ?
Beliau -hafidzahullah- menjawab:“Demi Allah ,kebaikan itu tidak ada batasnya,sedangkan kata seribu itu terbatas,sementara kebaikan tidak ada batasnya.Ini seperti ungkapan sebagian orang “beribu-ribu terima kasih”,seperti ungkapan mereka ini.
Namun ungkapan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum.”Pertanyaan: apakah ada dalil bahwa ketika membalasnya dengan mengucapkan “wa iyyakum” (dan kepadamu juga) ?
Beliau menjawab:“tidak, sepantasnya dia juga mengatakan “jazaakallahu khaer” (semogaAllah membalasmu kebaikan pula), yaitu didoakan sebagaimana dia berdo’a, meskipun perkataan seperti “wa iyyakum” sebagai athaf (mengikuti) ucapan “jazaakum”, yaitu ucapan “wa iyyakum” bermakna“sebagaimana kami mendapat kebaikan,juga kalian” ,namun jika dia mengatakan “jazaakalallahu khaer” dan menyebut do’a tersebut secara nash,tidak diragukan lagi bahwa hal ini lebih utama dan lebih afdhal.”
(transkrip dari kaset: durus syarah sunan At-Tirmidzi,oleh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah,kitab Al-Birr wa Ash-Shilah,nomor hadits:222).
Diterjemahkan oleh Abu Karimah Askari bin Jamal
___________________________
Berikut ini transkrip dalam bahasa Arab
--------------------------
:يقول السائل : بعض الإخوة يتطرق فيزيد على (جزاك الله خيراوزوجك بكرا) ونحو ذلك.أليس في هذا استدراك على قول النبي صلى الله عليه وسلم فإنه يقول ((فقد أبلغ في الثناء))فأجاب :ولا حاجة بهذا الدعاء قد يكون ما يريد هذا الشيء الذي دعيبه ,أي نعم قد يكون الإنسان الذي دعي بهذا أنه لا يريده.فالإنسان يدعو بالخير وكل خير يدخل تحت هذا العموم.فالإنسان يأتي بهذا الدعاء وليس معنى ذلك أن الرسول × نهى عنذلك يعني لا يزيد على هذا وإنما أخبر أن هذا فيه إبلاغ بالثناء,لكنه لو دعا له فقال: جزاك الله خيرا وبارك الله فيك وعوضك خيرا ما فيه بأس ,لأن الرسول × مامنع من الزيادة .لكن مثل هذه الزيادة التي قد تكون في غير محلها ,قد يكون صاحب المدعو له لا يريد هذا الشيء الذي دعي له به .السؤال: والآخر يقول :يزيد البعض فيقول : جزاك الله ألف خيرفأجاب: والله الخير ليس له حد ,ليس له حد والألف هذا محدود,والخير بدون حد .لكن هذا مثل عبارات بعض الناس :ألف شكر شكر مثل ما يعبرون.لكن التعبير بهذا الذي جاء في هذا الحديث عامالسؤال: هل هناك دليل على أن الرد يكون بصيغة (وإياكم)؟فأجاب: لا , الذي ينبغي أن يقول :(وجزاكم الله خيرا) يعنى يدعى كما دعا, وإن قال (وإياكم) مثلا عطف على جزاكم ,يعني قول (وإياكم) يعني كما يحصل لنا يحصل لكم .لكن إذا قال: أنتم جزاكم الله خيرا ونص على الدعاء هذا لا شك أنها أوضح وأولى(مفرغ من شريط دروس شرح سنن الترمذي ,كتاب البر والصلة,رقم:222)
★~WhatsApp Salafy Kolaka
--------------
Copyright : 2015 http://salafykolaka.net

Minggu, 18 Oktober 2015

{ AUDIO }- Dauroh Samarinda "Ushulus SUNNAH kitab karya Al Imam Ahmad Bin Hambal"


Hari:  Ahad 5 Muharrom 1437 H / 18 Oktober 2015 M

Tema: Ushulus SUNNAH kitab karya Al Imam Ahmad Bin Hambal

Pukul: 14.00 WTA - Menjelang Maghrib

Pemateri: Al Ustadz Abu Mu'awiyah Askari hafizhahullah

Tempat: Pompes Ta'zimus Sunnah Kel Gunung Lingai. Kec Sungai Pinang Samarinda

Informasi: 082152300791
_____________________

1- Download Audio Sesi 1

2- Download Audio Sesi 2

Copyright: 2015 http://salafykolaka.net

Sabtu, 17 Oktober 2015

{ TANYA JAWAB }- Kapan Khilaf(Perbedaan) dalam Agama Teranggap..?

Asy syeikh Ibnu Utsaimin ditanya:
-----------
Kapan khilaf (perbedaan) dalam agama teranggap?,
Dan apakah khilaf ada pada setiap permasalahan ataukah punya tempat tertentu?
Beliau menjawab:
Pertama-tama, ketahuilah bahwa khilaf para ulama umat islam jika muncul dari ijtihad maka tidak memudharatkan bagi yang belum diberi taufik tuk hal yang benar dikarenakan Nabi shallahu alaihi wassalam bersabda: jika hakim memutuskan perkara lalu berijtihad lalu dia benar maka baginya dua pahala, dan jika dia salah baginya satu pahala. Akan tetapi siapa yang telah jelas baginya al haq wajib atasnya mengikutinya dengan seluruh keadaan, dan khilaf yang terjadi diantara para ulama tidak boleh menjadi sebab perselisihan hati dikarenakan perselisihan hati terjadi padanya kerusakan yang besar,
sebagaimana Allah berfirman:
"Dan taatilah Allah dan RasulNya dan janganlah kalian berselisih menyebabkan kalian lemah dan bilang kekuatan kalian, dan bersabarlah sungguh Allah bersama dengan orang yang bersabar". (Al Anfal : 46)
Dan khilaf yang teranggap diantara ulama dan yang dinukilkan dan yang disebutkan adalah yang memiliki sudut pandang,
adapun khilaf orang awam yang tidak punya paham dan fikih maka tidak teranggap.
Dan oleh karena itu wajib bagi orang awam kembali kepada ahli ilmu sebagaimana Allah berfirman:
"Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak berilmu". (An Nahl: 43).
Adapun ucapan sipenanya:
Apakah khilaf ada pada setiap permasalahan?
Maka jawabannya:
Bahwa khilaf terkadang ada pada sebagian permasalahan yang  berbeda ijtihad atau sebagian orang lebih tahu dari yang lain didalam menelaah nas-nas al kitab dan as sunnah, adapun masalah prinsip sedikit khilaf didalamnya.
Sumber: kitabul ilmi, hal: 104
النص العربي
سئل فضيلة الشيخ: متى يكون الخلاف فى الدين معتبرا?
فأجاب فضيلته بقوله :
أولا اعلم أن خلاف علماء الأمة الإسلامية إذا كان صادرًا عن اجتهاد فإنه لا يضر من لم يوفق للصواب لأن النبي قال: إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران وإن أخطأ فله أحر واحد. ولكن من تبين له الحق وجب عليه اتباعه بكل حال، والإختلاف الذى يقع بين علماء الأمة الإسلامية لا يجوز أن يكون سببًا لاختلاف القلوب لأن اختلاف القلوب يحصل فيه مفاسد عظيمة كبيرة كما قال تعالى [ وأطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهب ويحكم واصبروا إن الله مع الصابرين]
والخلاف المعتبر بين العلماء والذى ينقل ويذكر هو الخلاف الذى له حظ من النظر، أما خلاف العامة الذين لا يفهمون ولا يفقهون فلا عبرة به، ولهذا يجب على العامي أن يرجع إلى أهل العلم كما قال الله تعالى [ فسئلوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون ]
وأما قول السائل: هل يكون الخلاف فى كل مسألة ؟
فالجواب : أن الخلاف قد يكون فى بعض المسائل التي يختلف فيها الإجتهاد أو يكون بعض أهل الناس أعلم من بعض فى الاطلاع على نصوص الكتاب والسنة، أما المسائل الأصلية فإنها يقل فيها الخلاف.
المصدر كتاب العلم، ص: ١٠٤
_______________________
Oleh: Al Ustadz Abu Ismail Hamzah
☆~ WhatsApp Salafy Kolaka
Copyright 2015 : http://salafykolaka.net

Selasa, 13 Oktober 2015

{ TANYA JAWAB}- KEUTAMAAN MESJID AN-NABAWI DAN MESJID AL HARAM

PERTANYAAN 
Penanya :
Afwan ustadz, ada yang bisa share hadits tentang keutamaan sholat di Masjidil Haram Makkah dan Madinah ? 100rb x lebih tinggi jika di Makkah dan 1000x di Madinah .. Jazaakumullahu khairan
Apakah keutamaannya hanya mencakup didalam masjidil Haram dan Nabawi keutamaan sholat nya atau jika masih masuk tanah haram?
Al jawab :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاََ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):
“Tidak disiapkan kendaraan, kecuali untuk  mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” (HR. Bukhari-Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):
Satu kali salat di masjidku ini, lebih besar pahalanya dari seribu kali salat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram (HR. Bukhari-Muslim)
KEUTAMAAN MESJID AL HARAM MEKKAH
dikeluarkan oleh Ahmad 3/343 & 397 dan Ibnu Majah hadits No. 1406 dari Jabir radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
((صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ)).
” Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.”
Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Al Irwa’ 4/136
Diriwayatkan oleh At-Thahawiy dalam Musykilul Atsar 609, Al Bazzar dalam Musnad 4143, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3854 dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
فَضْلُ الصَّلاَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ عَلَى غَيْرِهِ : مِئَةُ أَلْفِ صَلاَةٍ وَفِي مَسْجِدِي : أَلْفُ صَلاَةٍ وَفِي مَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ : خَمْسُ مِئَةِ صَلاَةٍ
Keutamaan shalat di Masjidil Haram di bandingkan dengan masjid lainnya seratus ribu kali lipat shalat, dan di masjidku (Masjid Nabawi Madinah) seribu kali lipat shalat, dan Masjid Baitul Maqdis (Masjid Al Aqsha) lima ratus kali shalat di tempat lain.
DALIL BAHWA KEUTAMAAN 100 RIBU MENCAKUP SEMUA TANAH HARAM DI MEKKAH DAN INI YANG DIFATWAKAN ASY-SYEKH BIN BAZ RAHIMAHULLAH
Artinya : (Al-'Isrā'):1 - Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Disebutkan pada riwayat shohih bahwa nabi shalallahu a'laihi was salam berapa dirumah khodijah radhiyallahu anha (istri beliau) ketika di perjalanan ke mesjid al aqso , pada ayat ini menyebutkan mesjid al haram menunjukkan bahwa tanah haram mekkah semuanya mencakup mesjid al haram sehingga keutamaan shalat ditanah al haram mekkah keutamaan nya 100 ribu tapi tentunya shalat langsung di mesjid al haram tentu jauh lebih utama karena dekatnya dia kepada kabah sedangkan pahala 100 ribu mengcakup semua tanah al haram mekkah , Allahu a'lam
موقع الشيخ عبدالعزيز بن باز - مساجد مكة المكرمة هل تضاعف فيها الصلاة مثل الحرم؟ - http://www.binbaz.org.sa/node/4563
Sedangkan mesjid al nabawi keutamaannya mencakup mesjid al nabawi saja karena nabi shalallahu a'laihi was salam bersabda : “ shalat di mesjid ku ini ....." nabi shalallahu a'laihi was salam langsung mengisyaratkan kepada mesjid beliau sehingga keutamaan 1000 khusus bagi yang shalat di mesjid al nabawi
Allahu a'lam ,Barokallahu fiikum .
Ustadz Muhammad Arsyad (Madinah)
_________________
WA FAWAID ILMIAH WAL DURUS
Madinah,Senin 29 dzulhijjah 1436هـ .
Copyright: 2015 http://salafykolaka.net

Selasa, 06 Oktober 2015

{ MANHAJ }- BENAR ULAMA KITA: PENYEBAR KEBID’AHAN LEBIH LAYAK DITAHDZIR DIBANDINGKAN PENYEBAR KEMAKSIATAN


Saudaraku fillaah…
Sungguh benar apa yang disampaikan Syaikh Robi’ hafidzhahullah, bahwa para penyebar kebid’ahan lebih layak ditahdzir dibandingkan para pengedar narkoba. Padahal, para penyebar narkoba adalah pembuat kerusakan yang sangat besar. Namun kerusakan yang ditimbulkan oleh penyebaran kebid’ahan adalah lebih besar dari kerusakan itu.
Jika sekilas kita membaca penjelasan Syaikh Robi’ tersebut, mungkin akan muncul dalam benak kita ungkapan: “Itu kan pendapat satu Ulama’. Pendapat Ulama’ bisa diterima bisa pula ditolak. Ulama’ kan tidak ma’shum”. Bisa benar, bisa juga salah.
Maka kita katakan: Saudaraku, benar pendapat Ulama bisa diterima bisa ditolak. Kita harus menimbang ucapan seseorang, siapapun dia, dengan dalil al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman Salaf. Jika Syaikh Robi’ menyatakan suatu ungkapan dari ra’yu (semata logika) beliau, maka tidak ada keharusan kita untuk menerimanya.   Tapi, jika beliau menyampaikan sebuah ucapan yang dilandasi al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka sesungguhnya kewajiban kita untuk mengikutinya. Karena kita diperintah untuk mengikuti al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Mari kita kaji kembali dalil-dalil dalam al-Quran dan Sunnah Nabi. Benarkah kebid’ahan lebih dahsyat bahayanya dibandingkan kemaksiatan?
✅Pertama, seperti yang disampaikan Syaikh Robi’ tadi dinyatakan bahwa orang yang melakukan kemaksiatan, seperti mengedarkan narkoba, sesungguhnya ia menyadari bahwa ia melakukan kesalahan. Maka masih lebih besar peluang bagi dia untuk bertaubat, dibandingkan jika dia melakukan kebid’ahan. Karena pelaku kebid’ahan akan menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah kebaikan, mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana ia bisa bertaubat dari sesuatu yang dianggapnya baik. Barulah jika ia tersadar bahwa kebid’ahan itu suatu dosa, pelanggaran syar’i yang sangat besar terhadap hak Allah dan Rasul-Nya, maka ia baru akan bertaubat dari kesalahan itu.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
إنَّ الله حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua pelaku bid’ah hingga ia meninggalkan kebid’ahannya (H.R atThobarony)
Atas dasar ini, Sufyan ats-Tsaury salah seorang Ulama Salaf yang masa kehidupannya jauh beratus tahun sebelum Syaikh Robi’, menyatakan: :”Bid’ah lebih disukai oleh Iblis dibandingkan kemaksiatan, karena kemaksiatan memungkinkan untuk bertaubat, sedangkan kebid’ahan (sulit diharapkan) untuk bertaubat” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah karya alLaalikaai (1/132))
Hal ini semakin diperkuat dengan penjelasan Ulama’ Salaf lainnya, al-Imam al-Auza’i rahimahullah : “Iblis bertemu dengan pasukannya dan berkata: Dari arah mana kalian datangi anak Adam? Mereka berkata: dari berbagai arah. Iblis bertanya: Bisakah kalian datangi mereka dari (celah) istighfar? Pasukannya berkata: Kami dapati istighfar itu selalu bergandengan dengan tauhid. Iblis berkata: Datangilah mereka dari arah dosa yang mereka tidak akan beristighfar. (al-Auzai kemudian menyatakan): karena itulah kemudian mereka menyebarkan alAhwaa’ (kebid’ahan-kebid’ahan)(Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah karya al-Laalikai (1/131))
✅Kedua, kebid’ahan mengakibatkan perubahan dalam Dien. Berbeda dengan kemaksiatan yang tidak sampai merubah aturan Dien. Dengan kebid’ahan, Sunnah Nabi akan dimatikan.
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya (H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))
Oleh karena itu, jika kita simak karya-karya para Ulama’ Salaf, sikap mereka dalam memerangi kebid’ahan jauh lebih banyak dibandingkan sikap memerangi kemaksiatan. Sebagaimana hal ini disebutkan  oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Tulisan-tulisan mereka yang membahas dan membantah bahaya kebid’ahan jauh lebih banyak dibandingkan yang membahas bahaya kemaksiatan. Mereka tidak melupakan untuk membahas bahaya kemaksiatan, tapi porsinya jauh lebih sedikit dibandingkan pembahasan bahaya kebid’ahan.
Jangan lupa dengan ucapan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah yang mengingatkan kita bahwa bahaya kebid’ahan (al-Ahwaa’) adalah di bawah kesyirikan, namun di atas kemaksiatan. Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:
لَأَنْ يَلْقِيَ اللهُ الْعَبْدَ بِكُلِّ ذَنْبٍ مَا خَلَا الشِّرْكِ بِاللهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَلْقَاهُ بِشَيْءٍ مِنْ هَذِهِ الْأَهْوَاءِ
Sungguh seandainya seorang hamba menghadap Allah dengan seluruh dosa selain kesyirikan, itu lebih baik baginya dibandingkan dia menemui Allah dengan membawa dosa dari al-Ahwaa’ (kebid’ahan-kebid’ahan) ini (diriwayatkan oleh al-Laalikaai dalam I’tiqod Ahlissunnah no 1013 (3/570)).
Sehingga, janganlah kita merasa bersyukur bisa menyelamatkan seseorang dari kemaksiatan, jika kemudian ia justru terjerumus ke dalam kubangan kebid’ahan. Justru itu kondisi yang lebih parah dari sebelumnya.
Sebagai contoh, anak muda yang sebelumnya nakal, suka merokok, sering berkeliaran di jalan bersama teman-temannya nongkrong di pinggir jalan. Ada beberapa kemaksiatan yang dia lakukan. Kemudian dia diajak oleh salah satu orang untuk lebih mendekat ke masjid sering sholat berjamaah. Sampai di sini saja, ini adalah suatu dakwah yang baik. Namun, jika anak itu kemudian diarahkan pada kelompok-kelompok yang menyimpang, maka itu sebenarnya mengangkat dia dari kemaksiatan menuju kebid’ahan-kebid’ahan. Dalam kondisi semakin dia mendalami ajaran kelompok itu, semakin ia masuk dalam kebid’ahan. Maka ini sebenarnya menceburkan dia ke pelanggaran yang lebih parah.
Seharusnya, ia diangkat dari lembah kemaksiatan menuju ketaatan yang dibangun di atas Sunnah.
Waffaqallaahul Jami’  (semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua).
______________
Ustadz Abu Utsman Kharisma hafidzahulloh
------------------
WA al-I'tishom
Copyright: 2015 http://salafykolaka.net

Senin, 05 Oktober 2015

{ MANHAJ }- SIAPAKAH YANG LEBIH LAYAK DITAHZIR ? ?


Berkata Al-Allamah Robi' Al-Madkholi hafidzahullah :
Sungguh demi Allah para penyebar kebid'ahan lebih jelek dari pada para pengedar narkoba
dikarenakan mereka (para pengedar narkoba) mengetahui bahwa dirinya melakukan kejahatan dan orang yang membeli narkoba juga dia tahu bahwa dia pelaku kejahatan dan sedang melakukan kejahatan.
⚡Akan tetapi para penyebar kebid'ahan -masya Allah- mereka mengatakan mereka sedang menyebarkan agama Allah, mengatakan inilah warisan Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan warisan para Nabi alaihissalam.
Maka dengan (perbuatan mereka ini) telah menghancurkan agama Muhammad shallallallahu alaihi wasallam dan agama para Nabi dengan mengatasnamakan Allah.
Mereka inilah yang lebih layak untuk ditahzir (diperingatkan ummat) dari bahayanya, dan membicarakan kejelekan mereka ini boleh.
Sumber : Kitab Al-Istiqomah wa Atsaruha. Hal. 57-58
Alih Bahasa:
Al-Akh. Abu Yazid Arifin حفظه الله.
〰 〰
من الذي يجب التحذير منه ؟
▪قال العلاّمة ربيع المدخلي :
والله المروج للبدع أخبث من المروج للمخدرات :
■ لأن هذا يعرف نفسه أنه مجرم والذي يشتري منه يعرف أنه مجرم ويمارس جريمة .
■ لكن ما شاء الله هذا يروج دين الله يقال عنه هذا خليفة محمد ﷺ هذا وارث محمد ، ووارث اﻷنبياء عليهم السلام ! ، فيهدم دين محمد ودين اﻷنبياء بإسم الله .
☜ فهذا الذي يجب التحذير منه ، والكلام فيه جائز .
[الاستقامة وأثرها ص 57-58]
〰〰〰〰〰〰〰
WA Salafy Kendari
____________
Copyright: 2015 http://salafykolaka.net

Sabtu, 03 Oktober 2015

{ MANHAJ }- BANGKITLAH WAHAI PARA PENYERU AL-HAQ (KEBENARAN)


Asy-Syaikh Rabi al-Madkhali hafizhahullah
..........................................
"Kalau para penyeru kepada kekufuran, kebatilan,  dan kesesatan menggunakan berbagai media tak terhitung banyaknya,  baik
Majalah,
Koran/tabloid/buletin,
Siaran-siaran (radio / televisi) , maupun
berbagai situs internet
➡ masing-masing kelompok memiliki media yang banyak.
☀ Maka, PARA PENYERU AL-HAQ WAJIB untuk memperbanyak media-media mereka dengan beragam bentuk yang telah disebutkan.
bahkan suara mereka WAJIB untuk
lebih tinggi,  dan
lebih keras.
✅ semakin tinggi dan kuat suara mereka, maka akan semakin besar pengaruhnya.
Berapa banyak dari umat ini berada dalam kesesatan dan kejahilan karena tidak sampai kepada mereka dakwah Islam dengan kuat,  jelas,  dan dalam bentuk yang benar.
Bahkan banyak dari kaum muslimin TIDAK MENGENAL ISLAM dalam bentuknya yang benar.
di antara sebabnya : kurangnya semangat dan upaya dari para da'i (penyeru)  ke jalan Allah di medan dakwah untuk menggunakan berbagai sarana yang diizinkan secara syar'i yang telah Allah anugerahkan untuk mereka. Banyak dari mereka meninggalkannya.
Maka aku ingatkan kepada para da'i ke jalan Allah agar BENAR-BENAR MENEGAKKAN KEWAJIBANNYA melalui berbagai media yang syar'i dan tersedia, serta memperbanyak berbagai media tersebut,  baik berupa :
Buletin,
Majalah,
kaset-kaset, dan
situs-situs internet.
✊ dengan senantiasa berpegang kepada MANHAJ YANG SHAHIH,  AQIDAH SHAHIHAH,  dan AKHLAQ YANG TINGGI.
Melalui media-media tersebut,  hendaknya mereka menyebarkan :
▫al-Qur'an al-Karim dan tafsirnya yang benar, dalam berbagai pembahasan,
▪ as-Sunnah yang sah dan tafsirnya yang benar, dalam berbagai pembahasan,
▫ Aqidah yang benar dalam semua pembahasannya,
▪ Fiqh yang benar dalam semua pembahasannya,
▫ Akhlaq Islami dengan segala penggambarannya,
▪ Sirah Rasulullah yang mulia dan sirah para nabi dan rasul
▫ Sirah para shahabat yang mulia,  dan sirah para ulama umat yang mengikuti para shahabat dengan baik ... ."
•••••••••••••••••••
Majmu'ah Manhajul Anbiya
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Copyright 2015 http://salafykolaka.net