Selasa, 09 Desember 2014

{SYI'AH}- "MEWASPADAI BAHAYA GERAKAN SYI’AH"


Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi
Permasalahan Syiah, sungguh tak bisa dipisahkan dari agama. Bahkan, sangat bersentuhan dengan akidah yang merupakan fondasi agama. Maka dari itu, cara menilainya pun harus dengan timbangan agama. Hal-hal lain terkait dengan hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat harus disesuaikan dengannya. Lantas, bagaimanakah penilaian agama tentang Syiah?
Penilaian agama tentang Syiah sebenarnya sudah final. Para ulama yang mulia, sejak dahulu sudah melakukan kajian yang panjang dan cermat tentang Syiah. Hasilnya, Syiah adalah kelompok sesat yang telah menyimpang dari kebenaran. Mereka berambisi untuk menghancurkan Islam dengan cara menghujat al-Qur’an, menjatuhkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengafirkan para sahabat beliau yang mulia. Mereka beragama dengan perkataan dusta dan persaksian palsu (taqiyah). Simaklah keterangan para ulama berikut ini.
1. Al-Imam Amir asy-Sya’bi rahimahullah berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syiah.” (as-Sunnah karya Abdullah bin al-Imam Ahmad 2/549)
2. Al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah ketika ditanya tentang seseorang yang mencela Abu Bakr dan Umar (yakni Syiah, pen.) berkata, “Ia telah kafir kepada Allah Subhanahu wata’ala.” Kemudian ditanya, “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala karya al-Imam adz-Dzahabi 7/253)
3. Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menjatuhkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam namun tidak mampu. Akhirnya, mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau (Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam) seorang yang jahat. Sebab, kalau memang beliau orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orangorang saleh.” (ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm. 580)
4. Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah (Syiah) dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal karya al-Imam adz-Dzahabi 2/27—28)
5. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, Umar, dan Aisyah ) itu orang Islam.” (as- Sunnah karya al-Khallal 1/493)
6. Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Bagiku sama saja shalat di belakang Jahmi (seorang penganut akidah Jahmiyah) dan Rafidhi (Syiah) atau di belakang Yahudi dan Kristen. Mereka tidak boleh diberi salam, tidak boleh pula dikunjungi ketika sakit, dinikahkan, dijadikan saksi, dan dimakan sembelihannya.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hlm. 125)
Bisa jadi, Anda berkata, “Itu kan versi ulama Sunni! Bagaimanakah keterangan ulama ahlul bait tentang mereka?” Baiklah, kalau begitu simaklah keterangan berikut ini.
1. Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, aku telah bosan dengan mereka (Syiah) dan mereka pun telah bosan denganku. Maka dari itu, gantikanlah untukku orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikan untuk mereka seorang yang lebih jelek dariku…” (Nahjul Balaghah, hlm. 66—67, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)
2. Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Demi Allah! Menurutku, Mu’awiyah lebih baik daripada orang-orang yang mengaku sebagai Syiah-ku, mereka berupaya untuk membunuhku dan mengambil hartaku.” (al-Ihtijaj, karya ath-Thabrisi hlm. 148, dinukil dari asy-Syiah Wa Ahlul Baitkarya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)
3. Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, jika Engkau memberi mereka (Syiah) kehidupan hingga saat ini, porakporandakan mereka dan jadikan mereka berkeping-keping. Janganlah Engkau jadikan para pemimpin (yang ada) ridha kepada mereka (Syiah) selama-lamanya. Sebab, kami diminta untuk membantu mereka, namun akhirnya mereka justru memusuhi kami dan menjadi sebab terbunuhnya kami.” (al-Irsyadkarya al-Mufid hlm. 341, dinukil dari asy- Syiah wa Ahlul Baitkarya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 302)
4. Al-Imam Ali bin Husain Zainal Abidin rahimahullah berkata, “Mereka (Syiah) bukan dari kami, dan kami pun bukan dari mereka.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 111, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)
5. Al-Imam Muhammad al-Baqir rahimahullah berkata, “Seandainya semua manusia ini Syiah, niscaya tiga perempatnya adalah orang-orang yang ragu dengan kami, dan seperempatnya adalah orang-orang dungu.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 179, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)
6. Al-Imam Ja’far ash-Shadiq rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala berlepas diri dari orang-orang yang membenci Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.” (Siyar A’lamin Nubala’ karya al-Imam adz-Dzahabi 6/260) Bisa jadi, Anda heran terhadap kesimpulan para ulama terkemuka di atas. Sejauh itukah kesimpulan mereka? Apa yang melandasi berbagai kesimpulan itu? Mengapa Syiah bisa seperti itu? Dan berbagai pertanyaan lainnya yang menggelitik di hati Anda. Jawaban ringkasnya, karena Syiah adalah sekte (baca: agama) tersendiri yang sangat bertolak belakang dengan Islam. Mengapa demikian? Untuk lebih jelasnya ikutilah pembahasan berikut ini.
Kedekatan Syiah dengan Yahudi
Syiah sangat dekat dengan Yahudi. Kedekatan itu setidaknya dalam dua hal yang sangat prinsip:
1. Pendirinya
2. Prinsip keyakinannya (akidahnya).
Pendiri agama Syiah adalah seorang peranakan Yahudi kota Shan’a, Yaman. Dia bernama Abdullah bin Saba’ al- Yahudi al-Himyari.2 Ibunya seorang wanita yang berkulit hitam, sehingga dikenal pula dengan sebutan Ibnu Sauda’ (putra seorang wanita yang berkulit hitam). Layaknya keumuman bangsa Yahudi, Abdullah bin Saba’ berkarakter buruk, licik, dan penuh makar terhadap Islam dan umat Islam. Dia menyusup di tengah-tengah umat Islam untuk merusak tatanan agama dan masyarakat. Awal kemunculannya di akhir masa Khalifah Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah) dia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya akidah sesat yang dia tebarkan di tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu hingga terbunuhlah beliau.
Di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia menampakkan kecintaan dan loyalitas yang tinggi terhadap sang Khalifah dan ahlul bait. Dia dan komplotannya menamakan diri sebagai syi’atuAli (para pengikut Ali). Dengan kedok kecintaan dan loyalitas terhadap Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan ahlul bait itulah agama Syiah terus menggurita di tengah umat. (Lihat Minhajus Sunnahkarya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 8/479, Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam Ibnu Abil ‘Iz, hlm. 490, dan Kitab at-Tauhid karya asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, hlm. 123)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan, “Para ulama menyebutkan bahwa latar belakang Rafdh (Syiah) adalah dari seorang zindiq (Abdullah bin Saba’) yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan identitas Yahudinya. Dia berupaya merusak Islam sebagaimana Paulus (seorang Yahudi, -pen.) yang menampakkan diri sebagai seorang kristiani untuk merusak agama Kristen.” (Majmu’ Fatawa 28/483)
Adapun prinsip keyakinan (akidah) Syiah, banyak kesamaannya dengan prinsip keyakinan (akidah) Yahudi. Hal ini tentu tidak aneh, sebab pendirinya adalah seorang Yahudi. Di antara prinsip keyakinan (akidah) mereka yang sama dengan Yahudi adalah sebagai berikut.
1. Tentang washiy
Washiy adalah seseorang yang mendapat wasiat untuk melanjutkan tugas atau misi si pemberi wasiat. Dalam agama Yahudi, adanya washiy adalah satu keharusan. Demikian pula dalam agama Syiah. Kalau washiy dalam agama Yahudi adalah Yusya’ bin Nun yang didaulat sebagai pengganti Nabi Musa ‘Alaihissalam, maka washiy dalam agama Syiah adalah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhusebagai pengganti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi, dalam prinsip keyakinan (akidah) Syiah, para khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib rahimahullah, yaitu Abu Bakr, Umar, dan Utsman g adalah perampas kekuasaan dan mereka telah kafir. (Untuk lebih rincinya, silakan lihatBadzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/169—197)
2. Tentang kepemimpinan umat
Dalam agama Yahudi, kepemimpinan umat hanya berada pada keturunan Nabi Dawud ‘alaihissalam. Dalam agama Syiah, kepemimpinan umat hanya berada pada keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu. Demikianlah kondisi 12 imam mereka yang diyakinima’shum (terlindungi dari dosa), termasuk Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Dalam pandangan Islam, Imam Mahdi adalah keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhuma, bukan keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma. (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/201—224)
3. Tentang raj’ah
Raj’ah adalah hidup kembali setelah mati sebelum hari kiamat. Dalam agama Yahudi, orang yang sudah mati dapat hidup kembali. Demikian pula menurut agama Syiah. Mereka meyakini bahwa orang-orang yang sudah mati dan tinggi keimanannya akan dihidupkan kembali di masa Imam Mahdi (akhir zaman) untuk dimuliakan. Demikian pula orang-orang yang sudah mati dan tinggi tingkat kejahatannya akan dihidupkan kembali untuk dihinakan. (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/275—312)
4. Tentang al-bada’
Al-bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam agama Yahudi, al-bada’terjadi pada Allah Subhanahu wata’ala. Demikian pula menurut agama Syiah. Bahkan, mereka menjadikannya bagian dari tauhid. Berbeda halnya dengan agama Islam, ilmu Allah Subhanahu wata’ala sangat luas, tak dibatasi oleh sesuatu pun. Ilmu Allah Subhanahu wata’ala bersifat azali (tak bermula dan berakhir). Tidak ada sesuatu pun yang terluput dari ilmu- Nya. (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al- Jumaili 1/317—352)
5. Tentang mengubah Kitab Suci
Mengubah Kitab Suci adalah sifat tercela yang melekat pada ulama Yahudi, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam banyak ayat-Nya. Demikian pula halnya dengan kaum Syiah. Mereka mengubah al-Qur’an hingga berlipat jumlah ayatnya. Anehnya, mereka mengklaim bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islamlah yang telah mengalami pengubahan. Wallahul musta’an. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhahlil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/355—438)
6. Tentang kecintaan dan kebencian
Kaum Yahudi berlebihan dalam hal mencintai sebagian nabi mereka dan membenci sebagian yang lainnya. Demikian pula sikap mereka terhadap para ulama yang membimbing mereka. Kaum Syiah tak jauh berbeda. Mereka berlebihan mencintai para imam mereka, bahkan memosisikan mereka di atas para malaikat dan para nabi. Di sisi lain, mereka membenci para sahabat , bahkan mengafirkan mereka. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 2/443—513)
7. Tentang pengagungan diri mereka
Kaum Yahudi meyakini bahwa mereka adalah manusia terbaik, bahkan mereka mengklaim sebagai anak-anak Allah Subhanahu wata’ala dan lebih mulia dari para malaikat. Demikian pula halnya dengan kaum Syiah. Mereka mengklaim sebagai orang-orang pilihan Allah Subhanahu wata’ala dan lebih mulia dari para malaikat. Kaum Yahudi mengklaim bahwa merekalah manusia yang seutuhnya, sedangkan selain mereka hina dina.
Demikian pula halnya dengan kaum Syiah, mereka mengklaim sebagai manusia yang seutuhnya, sedangkan selain mereka hina dina. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 2/517—554)
8. Tentang pengafiran selain mereka
Kaum Yahudi memvonis selain mereka sebagai orang kafir, halal darah dan hartanya. Demikian pula halnya kaum Syiah, memvonis selain mereka sebagai orang kafir, halal darah dan hartanya. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 2/559—597)
9. Tentang kedustaan yang ada pada mereka
Sifat dusta sudah menjadi karakter kaum Yahudi, baik dalam kehidupan beragama maupun keseharian. Tak beda jauh dengan kaum Syiah, mereka menjalankan kehidupan beragama dengan kedustaan yang mereka sebut dengan taqiyah. Oleh karena itu, al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah (Syiah) dalam hal persaksian palsu.” (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al Jumaili 2/631—669)
Patut dicatat di sini bahwa semua yang telah disebutkan tentang kesamaan agama Syiah dengan agama Yahudi di atas, tak didapati pada umat Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebab, mereka meyakini kewajiban menyelisihi kaum Yahudi dalam kehidupan ini, baik dalam hal akidah, ibadah, akhlak, adab, dan muamalah. Anehnya, seiring dengan banyaknya kesamaan antara agama Syiah dengan agama Yahudi, sebanyak itu pula perbedaannya dengan agama Islam. Perbedaan itu bukan dalam hal yang kecil, melainkan dalam hal mendasar yang merupakan prinsip dalam kehidupan beragama. Cobalah perhatikan! Al-Qur’an mereka berbeda dengan al-Qur’an umat Islam, azan dan iqamat mereka berbeda dengan azan dan iqamat umat Islam, tata cara berwudhu mereka berbeda dengan tata cara berwudhu umat Islam, kaifiyah shalat mereka berbeda dengan kaifiyah shalat umat Islam, dan hari wukuf mereka di Arafah (ketika berhaji) pun berbeda dengan hari wukuf umat Islam. (Lihat VCD Bahaya Kesesatan Syiah dan VCD Ada Syiah di Indonesia)
Syiah Merobohkan Tiga Pilar Utama Umat Islam
Ada tiga pilar utama dalam agama Islam. Tanpa ketiganya agama seseorang menjadi rapuh dan sekejap akan runtuh. Tiga pilar utama itu adalah al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam, dan pemahaman para sahabat (salaful ummah). Bagaimanakah upaya Syiah merobohkan tiga pilar itu? Al-Qur’an yang merupakan Kitab Suci umat Islam tak lagi dianggap suci oleh mereka, bahkan tidak sah dan kurang dari yang aslinya. Disebutkan dalam kitab al-Kafi(yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih al-Bukhari di sisi kaum muslimin) karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini (2/634) dari Abu Abdillah (Ja’far ash-Shadiq), dia berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam itu (ada) 17.000 ayat.”
Disebutkan juga dari Abu Abdillah ( 1 / 2 3 9 — 2 4 0 ) , dia berkata , “Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fatimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fatimah itu.” Abu Bashir bertanya, “Apa mushaf Fatimah itu?” Dia (Abu Abdillah) berkata, “Mushaf yang isinya tiga kali lipat dari yang ada di mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari al-Qur’an kalian.” (Dinukil dari kitab asy-Syiah wal Qur’an karya Dr. Ihsan Ilahi zhahir, hlm. 31—32)
Bahkan, salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad at-Taqi an-Nuri ath- Thabrisi dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbabmengumpulkan berbagai riwayat dari para imam mereka yang diyakini ma’shum (terjaga dari dosa), bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islam itu telah terjadi pengubahan dan penyimpangan. Adapun terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mereka merobohkannya dengan berbagai cara. Di antaranya:
1. Mengklaim bahwa para istri Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pelacur, agar timbul kesan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang tidak baik, sehingga sunnahnya tak bisa diamalkan. Disebutkan dalam kitab mereka, Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal, karya ath-Thusi (hlm. 57—60), dinukilkan (secara dusta) perkataan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma terhadap Ummul Mukminin Aisyah, “Kamu tidak lain adalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha, hlm. 11)
2. Mengafirkan para sahabat kecuali beberapa orang saja dari mereka. Tentu saja, dengan dikafirkannya para sahabat berarti gugur pula semua Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamyang diriwayatkan melalui mereka. Disebutkan dalam kitab mereka Rijalul Kisysyi (hlm. 12—13) dari Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, dia berkata, “Manusia (para sahabat) sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan murtad kecuali tiga orang.” Aku (perawi) berkata, “Siapa tiga orang itu?” Dia (Abu Ja’far) berkata, “Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi….” kemudian dia menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari asy- Syiah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyariyyah fi Mizanil Islam, hlm. 89)
Adapun sahabat Abu Bakr ash- Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, dua manusia terbaik setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka cela dan laknat. Bahkan, mereka berlepas diri dari keduanya adalah bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan doa mereka (Miftahul Jinan, hlm. 114), wirid laknat untuk keduanya:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهِمَا وَطَاغُوْتَيْهِمَا وَابْنَتَيْهِمَا
“Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…. (yang dimaksud adalah Ummul Mukminin Aisyah dan Hafshah).” (Dinukil dari kitab al-Khuthuth al- ‘Aridhah karya as-Sayyid Muhibbuddin al-Khatib, hlm. 18)
Oleh karena itu, al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menjatuhkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, namun tidak mmampu. Akhirnya, mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau (Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat. Sebab, kalau memang beliau orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang saleh.” (ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hlm. 580)
Dengan robohnya pilar kepercayaan kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, akan roboh pula pilar kepercayaan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata, “Jika engkau melihat orang yang mencela salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketahuilah bahwa iazindiq (seorang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran). Sebab, Rasul bagi kita adalah haq dan al-Qur’an adalah haq. Sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mencela para saksi kita (para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka (Syiah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq.” (al-Kifayah karya al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 49)
Lebih dari itu, dengan robohnya pilar kepercayaan kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, siapa pun akan kesulitan untuk memahami agama Islam dengan baik dan benar. Sebab, melalui merekalah ilmu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam diwariskan dan melalui mereka pula pemahaman yang benar tentang agama ini didapatkan. Tanpa itu, kesesatanlah kesudahannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa’: 115)
Al-Imam Ibnu Abi Jamrah al- Andalusi rahimahullah berkata, “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah Subhanahu wata’ala (di atas) bahwa yang dimaksud orang-orang mukmin di sini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan generasi pertama dari umat ini.” (al-Marqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hlm. 36—37)
Pengkhianatan Syiah Terhadap Umat Islam
Syiah tercatat kerap melakukan pengkhianatan terhadap umat Islam. Mereka telah berkhianat terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Khalifah Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, dan Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma. (Lihat ungkapan kekecewaan mereka pada pembahasan sebelumnya)
Sejarah pun mencatat bahwa runtuhnya Daulah Abbasiyah (tahun 656 H) yang mengendalikan kepemimpinan umat Islam dalam skala internasional, adalah karena pengkhianatan sang Perdana Menteri, Muhammad Ibnul Alqami, yang beragama Syiah. Akibatnya, Khalifah Abdullah bin Manshur yang bergelar al-Musta’shim Billah dan para pejabat pentingnya tewas mengenaskan dibantai oleh pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulaghu Khan.
Kota Baghdad (ibu kota Daulah Abbasiyah) porak-poranda. Kebakaran terjadi di mana-mana. Umat Islam yang tinggal di Kota Baghdad dibantai secara massal; tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan, orang awam, dan ulama. Selama 40 hari pembantaian terus menerus terjadi. Kota Baghdad bersimbah darah. Tumpukan mayat umat Islam berserakan di mana-mana. Bau mayat yang sudah membusuk semakin menambah duka nestapa. Nyaris sungai Tigris menjadi merah karena simbahan darah umat Islam. Sementara itu, sungai Dajlah nyaris menjadi hitam karena lunturan tinta kitab-kitab berharga umat Islam yang mereka buang ke dalamnya.Wallahul musta’an. (Untuk lebih rincinya, silakan membaca al- Bidayah wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir, 13/200—211, Tarikhul Islam wa Wafayatul Masyahir wal A’lam karya al-Imam adz-Dzahabi 48/33—40, dan Tarikhul Khulafa’karya al-Imam as-Suyuthi, hlm. 325—335)
Demikianlah sekelumit tentang agama Syiah, kesesatan, kejahatan, dan bahayanya terhadap umat Islam. Semoga menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran. Amin….
Kategori : Manhaj, Syiah

Jumat, 21 November 2014

PENTINGNYA BELAJAR ILMU DARI AHLUS SUNNAH , DAN PERINGATAN KERAS MENGAMBIL ILMU DARI AHLUL BID'AH

مناظرة الإمام الشافعي لأحد المرجئة

:قال الإمام الشافعي: ومن أين قلتَ إن العمل لا يدخل في اﻹيمان؟

قال المرجئ: من قوله تعالى: { إن الذين ءامنوا وعملو الصالحات} (البقرة277)؛
فصار الواو فصلا بين الإيمان والعمل، فالإيمان قول، والأعمال شرائع.

*فقال الشافعي: وعندك الواو فصل؟

قال المرجئ نعم.

فقال الشافعي: فإذن كنتَ تعبد إلهين: إلهاً في المشرق، وإلهاً في المغرب، لأن الله تعالى يقول: {رب المشرقين ورب المغربين}،

فغضب الرجل، وقال: سبحان الله! أجعلتني وثنيا.

فقال الشافعي: بل أنت جعلت نفسك كذلك.

قال: كيف؟

قال: بزعمك أن الواو فصل.

فقال الرجل: فإني أستغفر الله مما قلت، بل لا أعبد إلا ربا واحدا، ولا أقول بعد اليوم: إن الواو فصل، بل أقول: أن الإيمان قول وعمل، ويزيد وينقص.

: كتاب حلية الأولياء وطبقات الأصفياء لأبي نعيم الأصبهاني ( 110/9)
=====
Munaadzoroh (perdebatan)Al Imam As Syaafi'i Rohimahulloh dengan salah satu pengikut sekte murjiah
Berkata Al Imam As Syaafi'i Rohimahulloh : dari mana(landasan- ed) engkau mengatakan bahwasanya amal tidak termasuk keimanan !
Murji'i(pengikut murjiah) : dari firman Alloh -
﴿ إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات﴾
[سورة البقرة : 277]
Maka huruf wawu(pada ayat tersebut-ed)ialah wawu fasl(pemisah-ed)antara iman dengan amal,
♨maka iman ialah ucapan,sedangkan amalan² merupakan syariat²(islam-ed).
Al Imam As Syafi'i Rohimahulloh: engkau memiliki wawu fasl(wawu pemisah-ed)?
murji'i : ya
Al Imam As Syafi'i Rohimahulloh : kalau begitu kamu menyembah ✌2 sesembahan;
satu sesembahan yang di timur,
satunya sesembahan yang di barat.
✨dikarenakan Alloh berfirman-
﴿ رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ ﴾
[سورة الرحمن : 17]
" Robb 2 timur dan Robb 2 barat ".
maka Marahlah lelaki tersebut seraya berkata : "subhaanalloh,engkau menjadikan saya sebagai penyembah berhala?
Al Imam As Syafi'i Rohimahulloh : bahkan engkau telah menjadikan dirimu demikian(pemujah berhala-ed).
murji'i : bagaimana mungkin ?
Al Imam As Syafi'i : dengan sebab sangkaanmu bahwa wawu(pd ayat al baqoroh diatas-ed) ialah wawu pemisah.
murji'i : sesengguhnya aku memohon ampun kepada Alloh dari apa yang aku katakan,bahkan saya tidak beribadah melainkan kepada Robb yang esa☝.
✋Dan saya tidak menyatakan setelah ini bahwa(ada-ed)wawu fasl/pemisah.
bahkan saya katakan "sesungguhnya iman ialah ucapan dan amalan serta bertambah dan berkurang".
:حلية الأولياء
°°°°°°°°
ikhwatii fillah,hati²lah kalian dalam mempelajari ilmu,ambillah ilmu dari ahlussunnah,
Ilmu apa sih yang tidak ada pada mereka❔❓❔,
sehingga menyebabkan kita duduk bersimpuh dihadapan ahlul bid'ah menimbah ilmu dari mereka❗
saya hanya belajar bahasa arobnya saja !,
Nantikan kan saya pilah-pilah,ini yg sesuai  dengan sunnah dan itu  menyelisihi sunnah .!!
wahai hambah Alloh,engkau tau darimana, itu sesuai dengan sunnah dan ini menyelisi sunnah ,sementara kamu baru belajar.!!!
sadarlah...lihat pada kisah di atas ,hanya sebatas  1 huruf saja dlm ilmu nahwu,mereka bisa menyesatkan ummat dengan keyaqinan yg bathil,lalu bagaimana dengan 2,3,4,5,6,7,8,9,.....huruf❗
ingatlah ucapan salah seorang salaf kita -Muhammad Bin Sirin Rohimahulloh:
"إن هذا العلم دين 
فانظروا عمن تأخذون دينكم"
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka hendaknya kalian melihat kepada siapa kalian mengambil agama kalian".

☝و الله أعلم بالصواب ✨
✏...Ustadz Musron Hafidzahulloh.
✨➖➖➖➖➖➖➖➖
☆~ WA Salafy Kolaka

Rabu, 19 November 2014

HAKEKAT SOMBONG ( AL KIBR )

❎ HAKIKAT SOMBONG ��
��(Al Kibr)

��قال الشيخ ربيع بن هادي المدخلي حفظه الله :

▪ﻓﺎﻟﻜﺒﺮ ﻣﻦ ﺃﻛﺒﺮ ﺍﻟﺪﻭﺍفع إلى ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺭﻓﺾ ﻣﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﺑﻪ ﺍﻟﺮﺳﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ

‏lﺍﻟﻜِﺒْﺮُ ﺑﻄﺮ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻏَﻤْﻂُ ﺍﻟﻨﺎﺱ"
(ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﺑﺮﻗﻢ ‏(91 ‏)

❌ﻭﺭﺩّ ﺍﻟﺤﻖ؛ ﻳﻌﻨﻲ ﺳﻮﺍﺀ ﺭﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﺑﻤﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﺃﻭ ﺃﻱ ﺣﻖ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻘﻮﻕ ﻳﺄﺗﻴﻚ ﻓﻼ ﺗﺨﻀﻊ ﻟﻪ ﻭﺗﺮﻓﻀﻪ ﻭﺗﺤﺘﻘﺮ من يأﺗﻴﻚ ﺑﻪ؛

❌ﺗﻐﻤﻂ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺗﻴﻚ ﺑﻪ ﻭﺗﺮﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻨﺪﻩ .

❌ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻜﺒﺮ ﺑﺄﻱ ﺣﺎﻟﻤﻦ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ؛ ﺧﻠﻖ ﺫﻣﻴﻢ ﻭﻳﺒﻐﻀﻪ ﺍﻟﻠﻪ‏

"ﺍﻟﻜﺒﺮﻳﺎﺀ ﺭِﺩﺍﺋﻲ ﻭﺍﻟﻌﻈﻤﺔﺇِﺯﺍﺭﻱ ﻓَﻤﻦ ﻧﺎﺯﻋﻨﻲ ﻭﺍﺣﺪًﺍ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻗَﺬﻓﺘُﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ‏"
(ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻓﻲ ﺳﻨﻨﻪ ﺑﺮﻗﻢ ‏4090 ‏ﻭﻫﻮ ﺻﺤﻴﺢ)

��ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ

‏"ﺍﻟﻜﺒﺮﻳﺎﺀ ﺭﺩﺍﺋﻲ ﻓﻤﻦ ﻧﺎﺯﻋﻨﻲ ﻓﻲ ﺭﺩﺍﺋﻲ ﻗﺼﻤﺘﻪ"

��ﻳﻌﻨﻲ يهلكه و ﻳﻘﻄﻊ ﺩﺍﺑﺮﻩ، ﻓﻼ ﺗﺴﺘﻜﺒﺮ.

��شرح وصايا لقمان الحكيم لإبنه للشيخ ربيع بن هادي المدخلي

��Asy Syaikh Robi' bin Hadiy Al Madkhaliy hafizhahullah berkata:

▪"Sombong adalah sebesar-besar faktor pendorong menuju kekufuran kepada Allah dan menolak agama yang di bawa para Rasul -semoga shalawat dan salam terlimpah kepada mereka-

‏"ﺍﻟﻜِﺒْﺮُ ﺑﻄﺮ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻏَﻤْﻂُ ﺍﻟﻨﺎﺱ"

"Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia."
HR.Muslim nomor 91

❌Menolak kebenaran, sama saja menolak kebenaran tauhid atau segala kebenaran yang disampaikan kepadamu, namun engkau tidak tunduk kepadanya dan menolaknya, serta MERENDAHKAN ORANG YANG MENYAMPAIKAN KEPADAMU.

❌Engkau meremehkan orang yang membawa kebenaran kepadamu dan engkau menolak kebenaran yang ada padanya.

❌Tidak boleh sombong dalam keadaan apapun, sombong adalah akhlak tercela yang Allah murkai, Allah berfirman:

"ﺍﻟﻜﺒﺮﻳﺎﺀ ﺭِﺩﺍﺋﻲ ﻭﺍﻟﻌﻈﻤﺔﺇِﺯﺍﺭﻱ ﻓَﻤﻦ ﻧﺎﺯﻋﻨﻲ ﻭﺍﺣﺪًﺍ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻗَﺬﻓﺘُﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ‏"

"Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah kain-Ku, maka siapa yang melepas keduanya dari-Ku Aku lemparkan dia ke neraka."
HR. Abu Dawud dalam Sunannya no. 4090 dan hadits ini shahih

��Dalam riwayat yang lain:

‏"ﺍﻟﻜﺒﺮﻳﺎﺀ ﺭﺩﺍﺋﻲ ﻓﻤﻦ ﻧﺎﺯﻋﻨﻲ ﻓﻲ ﺭﺩﺍﺋﻲ ﻗﺼﻤﺘﻪ"

"Kesombongan adalah selendang-Ku maka siapa yang melepas selendang-Ku aku binasakan dia."

��Allah akan mencelakakan dan membinasakannya, maka janganlah engkau bersikap sombong."

��Syarh Washaya Luqman Al Hakim Li Ibnihi Lisy Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali
▫ ➰ ▫ ➰ ▫

��F.I.S Forum Ikhwah Salafiyyin
منتدى الإخوان السلفيين

HUKUM BERDUSTA DALAM CANDA

Yang Mulia Al-’Allaamah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah
Pertanyaan: Ketika bercanda dan tertawa bersama teman-teman, masuk padanya kedustaan. Tidak ada tujuan kecuali hanya untuk mancing tertawa dan bercanda, maka apa nasihat anda? semoga Allah membalas kepada anda kebaikan.
Jawaban :
Tidak boleh bagi seorang muslim atau muslimah untuk berdusta walaupun dalam bercanda. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
”Celaka bagi seseorang yang berbicara lalu berdusta agar tertawa denganya suatu kaum, celaka dia kemudian celaka dia.”
Ini adalah ancaman. Lafazh al-Wail (dalam hadits-pent) karena kerasnya adzab. Di sini Nabi mengatakan :
” Wail (celaka) bagi seseorang yang berbicara lalu berdusta agar tertawa denganya suatu kaum, celaka dia kemudian celaka dia.”
Maka wajib bagimu wahai saudaraku untuk menjauhi hal itu, dan wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk menjauhi hal itu. Maka dusta itu adalah kejelekkan, maka wajib menjauhinya apakah ketika serius ataupun bercanda semuanya. Semoga Allah membalas kalian dengan kabaikan.
✏ Diterjemahkan dari Group Tafsir wal ‘Ulama al-’Asyarah 6 oleh Ustadz Abu Hafs Umar al Atsary


Selasa, 11 November 2014

{TAUHID}- Silsilah Tauhid Ibadah | Asy-Syaikh 'Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

1. Tauhid Ibadah adalah “Mengesakan Allah dalam semua jenis ibadah, dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya.” Allah berfirman : (artinya) Artinya: ” Beribadahlah (hanya) kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisa : 36) (Ayat di atas) adalah makna kalimat Laa ilaha illallah, dan itulah inti dakwah para rasul. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
2. Tauhid, dengannyalah Allah leburkan (hapuskan) berbagai dosa. Di dalam Hadits Qudsi (Allah berfirman): Artinya: ” Wahai anak Adam (umat manusia), seandainya kalian bertemu dengan-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, namun engkau tidak berbuat syirik terhadap-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” ( HR. at-Tirmidzi) ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
3. Diantara Keutamaan Tauhid Masuk ke dalam Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab bagi siapa saja yang merealisasikan Tauhid serta tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, sebagaimana pada hadits dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ومعهم سبعون ألفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب (إلى قوله) هم الذين لا يسترقون ولا يكتوون و لا يتطيرون و على ربهم يتوكلون Artinya: “Dan bersama mereka (umatmu wahai Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam) 70. 000 orang masuk ke dalam Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab … (sampai pada sabda Beliau) …Mereka (70. 000 orang yang masuk Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab) adalah ▪ orang -orang yang tidak meminta diruqyah, ▪ tidak berobat dengan kay (besi panas), dan ▪ tidak pula bertathayyur (beranggapan sial), serta ▪mereka berTAWAKKAL HANYA KEPADA ALLAH Jalla wa ‘Ala. ( Muttafaqun ‘alaihi.) ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
4. Wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah untuk merasa takut dan khawatir dari terjatuh kepada KESYIRIKAN. Tidak ada sesuatu apapun yang lebih berbahaya dari SYIRIK, karena (berlandaskan hadits): من مات يشرك بالله شيئا دخل النار Artinya: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa SYIRIK, maka dia masuk ke dalam AN-NAAR (Neraka).” Muttafaqun alaihi. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
5. Nabi Ibrahim sang Khalilulurrahman (Kekasih Allah) ‘alaihissalam benar-benar TAKUT dari KESYIRIKAN, padahal kedudukan beliau sangat tinggi di sisi-Nya. Beliau pun berdoa و اجنبني و بني أن نعبد الأصنام Artinya: “Jauhkanlah aku (sejauh-jauhnya, pen) dan keturunanku dari beribadah kepada berhala.” Lalu bagaimana kita tidak lebih merasa takut terhadap kesyirikan daripada beliau?! ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
6. Dakwah Para Rasul seluruhnya adalah mengesakan (mentauhidkan) Allah dalam segala macam bentuk ibadah dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya. Semua Rasul berkata kepada kaumnya: اعبدوا الله ما لكم من إله غيره Artinya: “Beribadahlah kalian kepada Allah. Tidaklah kalian memiliki sesembahan (yang berhak diibadahi) selain-Nya.” ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
7. Dakwah para pengikut Rasul yang ditegakkan di atas Bashirah (Ilmu dan Yakin) adalah dakwah yang MENGAJAK kepada TAUHID dan MENINGGALKAN SYIRIK, sebagaimana dalam firman Allah: (Artinya) “Katakanlah wahai Muhammad, ini adalah jalanku. Aku berdakwah menyeru ke jalan Allah di atas Bashirah (Ilmu dan Yakin), (ini adalah) jalanku dan para pengikutku.” (QS Yusuf:108). ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
8. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dan JUGA BERIBADAH KEPADA SELAIN ALLAH seperti beristighatsah kepada Allah dan juga beristighatsah kepada orang yang telah mati, maka ibadah yang ia persembahkan untuk Allah TIDAK BERMANFAAT sedikitpun baginya. Allah telah mengkafirkan Musyrikin Quraisy padahal mereka beribadah kepada Allah. Tetapi mereka juga beribadah kepada sesembahan-sembahan mereka di samping beribadah kepada Allah ✒asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
9. Jimat-jimat, mantra-mantra, ataupun rajah-rajah tidak bisa menangkal gangguan jin darimu, tidak bisa pula penyakit ‘ain dan hasad. Sebaliknya, tidak bisa memberikan kebaikan untukmu. Sebagaimana dalam hadits: “Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu, maka dia diserahkan kepada apa yang ia gantungkan itu.” Yaitu dia ditelantarkan dan tidak mendapat apapun darinya (benda-benda yang ia gantungkan tersebut ). ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
10. Di dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), Nabi Salallahi alaihi wa sallam MEMERINTAHKAN untuk MEMOTONG/MEMUTUSKAN senar/tali-tali busur dan kalung-kalung (yang digunakan untuk tolak balak) yang biasa diikatkan di leher hewan-hewan tunggangan. Hadits-hadits lain menunjukkan bahwa SEBAB larangan tersebut adalah karena hal itu (meyakini senar dan kalung tersebut sebagai tolak balak, pen) termasuk keSYIRIKan. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
11. Menggantungkan Tamaim (jimat-jimat dalam rangka menolak balak) adalah perbuatan SYIRIK, berdasarkan hadits: من تعلق تميمة فقد أشرك Artinya: “Barangsiapa yang menggantungkan Tamimah (jimat) maka dia telah berbuat SYIRIK” Jika seseorang meyakini bahwasannya jimat tersebut bisa memberikan manfaat dengan seizin Allah, maka itu adalah SYIRIK KECIL. Jika dia meyakininya bisa memberikan manfaat dengan sendirinya maka itu adalah SYIRIK BESAR. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
12. Diharamkan untuk NGALAP BAROKAH dari pepohonan dan bebatuan secara mutlak. Adapun menyentuh al-Hajar al-Aswad dan Rukun Yamani (yang ada di Ka’bah), maka itu dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah dan meneladani Rasulullah ‘alaihi ash-Shalatu wa as-Salam, BUKAN dalam rangka ngalap barokah. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
13. Fitnah (godaan) Syaithan terhadap sebagian manusia adalah dengan pohon-pohon (yang diyakini keramat, pen). Sehingga mereka menyembahnya di samping beribadah kepada Allah. Sebagaimana Syaithan memfitnah musyrikin Quraisy dengan pohon ‘Uzza, mereka pun menyembahnya. Syaithan juga memfitnah mereka dengan pohon Dzatu Anwath, sehingga mereka pun ngalap barokah kepadanya. Sebagaimana firman Allah: أفرأيتم اللات و العزى Artinya: “Bagaimanakah menurut kalian tentang Latta dan ‘Uzza.” ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
14. Menyembelih untuk selain Allah (yang dijadikan sesajen untuk kuburan/tempat keramat; atau larung untuk kawah atau segoro kidul, dll, pen) adalah SYIRIK. ▪ Allah Ta’ala berfirman: قل إن صلاتي و نسكي و محياي و مماتي لله رب العالمين Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidup, dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam.” Juga firmanNya: فصل لربك و انحر Artinya: “Shalatlah dan menyembelihlah untuk Allah” Sebagaimana Anda shalat hanya kepada Allah saja, demikian pula menyembelih juga hanya untuk-Nya semata. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
15. Sebuah Hadits Shahih : لعن الله من ذبح لغير الله Artinya: ” Allah melaknat siapa saja yang menyembelih untuk selain Allah.” (HR. Muslim) Laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah. Lalu, bagaimana dengan orang yang menyembelih untuk (yakni disajikan dan dipersembahkan kepada, pen) Jin, para tukang sihir, kuburan-kuburan, dan pemakaman-pemakaman wal ‘iyadzu billah. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
16. Di antara upaya penjagaan Nabi Salallahu alaihi wa sallam terhadap Tauhid : Beliau melarang menyembelih untuk Allah — yang itu merupakan ibadah — di tempat yang di situ pernah dilakukan penyembelihan untuk selain Allah, atau tempat yang di situ pernah dilaksanakan perayaan-perayaan adat Jahiliyah. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
17. Nadzar termasuk ibadah. Allah memuji siapa saja yang menunaikannya (untuk Allah). Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Mereka (orang-orang mukmin) menunaikan NADZAR mereka.” (QS. al-Insan : 7) Barangsiapa yang bernadzar untuk selain Allah, contohnya orang yang bernadzar untuk kuburan-kuburan atau wali-wali, maka sungguh dia telah memalingkan ibadah kepada selain Allah Ta’ala. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
18. Isti’adzah (meminta perlindungan) termasuk Ibadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah: Artinya: “Beristi’adzahlah kepada Allah.” (QS. an-Nahl : 98) Maka barangsiapa yang beristi’adzah kepada selain Allah dalam hal yang tidak mungkin mengabulkannya kecuali hanya Allah, atau beristi’adzah kepada mayit (orang yang telah wafat), atau beristi’adzah kepada orang hidup, namun jauh posisinya (tidak di hadapan kita), tanpa ada penghubung Sungguh dia telah berbuat SYIRIK. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
19. Istighatsah (mohon pertolongan dalam kondisi darurat) merupakan Ibadah, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala (artinya) : Artinya: “Ketika kamu beristighatsah kepada Rabbmu (dalam perang Badr, pen), maka Dia mengabulkannya untukmu” (QS. al-Anfal : 9) Barangsiapa yang Beristighatsah kepada selain Allah dalam perkara yang tidak dimampui kecuali hanya Allah semata atau beristighatsah kepada mayit (orang yang telah wafat) atau beristighatsah kepada orang hidup namun jauh posisinya (tidak hadir di hadapan kita), tanpa ada penghubung. Maka sungguh dia telah berbuat SYIRIK. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
20. Semua selain Allah tidak memiliki Manfaat (Kebaikan) ataupun Madharat (Kejelekan) sedikit pun. Sampai-sampai Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun berkata kepada Putri beliau sendiri, Fatimah: Artinya: “Aku tidak mampu berbuat apa-apa terhadapmu di hadapan Allah”. Lalu, bagaimana mungkin akan dibenarkan peribadahan kepada selain Allah??! ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
21. Para Malaikat dengan kondisi ciptaan mereka yang begitu besarnya, dan mereka senantiasa taat kepada Allah serta jauh dari kemaksiatan sama sekali, namun demikian mereka TAKUT kepada Allah bahkan jatuh pingsan ketika Allah berbicara dengan pembicaraan yang Dia kehendaki. Maka, bagaimana mungkin mereka (para Malaikat) diibadahi bersamaan dengan peribadahan kepada Allah?? ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
22. Seseorang tidak akan bisa memberi syafa’at kepada orang lain kecuali bila terpenuhi 2 syarat: -> Izin Allah bagi orang yang memberi Syafa’at -> Ridha Allah terhadap orang yang akan diberi Syafa’at Tidak ada seorang pun yang mendapat bagian Syafa’at untuk keluar dari an-Naar (Neraka) jika dia mati dalam keadaan MUSYRIK. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
23. Siapapun selain Allah tidak memiliki apapun -walau sekecil dzarrah (atom) – baik di bumi maupun di langit. Tidak memiliki sepenuhnya ataupun berserikat dengan Allah. Tidak pula membantu Allah dalam (mengatur) KerajaanNya, dan tidak pula memiliki hak untuk memberi Syafa’at tanpa seizin-Nya. Lalu, atas kebutuhan apa dia diibadahi??! ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
24. Nabi Sallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat dalam berusaha mengantarkan paman beliau Abu Thalib kepada Hidayah, namun ternyata beliau TIDAK MAMPU untuk itu. Maka Allah pun turunkan firman-Nya: Artinya: “Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) tidak bisa memberi petunjuk/hidayah kepada orang yang kamu cintai … “ (QS. al-Qashash : 56) Jika demikian, siapakah yang berhak untuk diibadahi? Yang berhak adalah Allah, yang hati para hamba ada di tangan-Nya ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
25. Perbuatan SYIRIK kepada Allah yang pertama kali terjadi di muka bumi adalah sikap Ghuluw/ekstrim (berlebihan) dalam mengagungkan 5 nama orang shalih, yaitu: 1. Wadd 2. Suwa’ 3. Yaghuts 4. Ya’uq 5. Nasr (Yang mereka berlima ini) hidup pada masa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam, 10 abad setelah berlalunya masa Nabi Adam ‘alaihissalam. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
26. Setelah mereka berlima wafat, dibuatlah gambar mereka dalam bentuk patung/monumen. Tujuannya adalah memompa semangat dalam beramal ketaatan tatkala mengingat mereka. Setelah berlalunya masa yang panjang dan dilupakannya ilmu, akhirnya mereka diibadahi bersamaan diibadahinya Allah ‘Azza wa Jalla. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
27. Ghuluw (sikap ekstrim/kultus) terhadap orang-orang shalih, serta NGALAP BAROKAH kepada mereka ketika masih hidup, mengagungkan kuburan mereka, menguburkannya di masjid, atau membangun masjid di atas kuburan mereka (Semua ini) merupakan sebab terbesar maraknya keSYIRIKan terhadap Allah Jalla wa ‘Ala. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
28. Di antara wasiat-wasiat terakhir Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat beliau adalah PERINGATAN KERAS beliau dari perbuatan MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI MASJID. Maka (atas dasar inilah, pen) dilarang : membangun masjid di atas kuburan, dan tidak boleh pula menguburkan jenazah di dalam masjid. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
29. Termasuk yang membuat harus takut dari terjerumus pada SYIRIK adalah, kabar dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya sebagian dari umat ini akan kembali beribadah kepada berhala-berhala, dan sebagian yang lain akan bergabung bersama barisan kaum MUSYRIKIN. Ya Allah, kokohkanlah kami di atas Tauhid sampai kami bertemu dengan-Mu. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
30. Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir hukumnya adalah KUFUR sebagaimana firman Allah: Artinya: “Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh para Syaithan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi para Syaithan lah yang kafir. Mereka MENGAJARKAN ILMU SIHIR kepada manusia.” (QS. al-Baqarah : 102) ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
31. Sihir memiliki sekian mara bahaya yang begitu besar, seperti bertaqarrub kepada para Syaithan mengotori Mushaf Al-Quran mengganggu umat manusia pada hati-hati mereka berupa perasaan cinta, benci, juga dalam menyatukan dan memisahkan mereka gangguan terhadap akal-akal manusia juga gangguan terhadap badan-badan mereka baik berupa sakit ataupun kematian. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
32. Hukuman bagi Tukang Sihir adalah dibunuh, yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari kejelekan dan kejahatan mereka. Sebagaimana dalam hadits (mauquf, pen) حدالساحرضربةباالسيف Artinya: “Hukuman seorang tukang sihir adalah ditebas/dipenggal dengan pedang”. (HR. at-Tirmidzi 1460) Mengobati sihir adalah dengan Ruqyah Syar’iyyah, dan dengan melepaskan ikatan pada buhul-buhul (yang menjadi sumber sihirnya, pen) jika ditemukan. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
33. Tidak ada satu pun yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah. Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, maka sungguh dia telah KAFIR. Barangsiapa yang membenarkan orang yang mengaku tahu perkara ghaib, sungguh dia telah menjadikan orang tersebut sebagai sekutu/tandingan bagi Allah dalam Sifat-Nya. Maha Tinggi dan Maha Suci Allah (dari apa yang mereka persekutukan, pen). ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
34. Banyak manusia terfitnah/tertipu dengan nujum (astrologi) dan gugus-gugus bintang. Mereka berkeyakinan bahwasannya bintang-bintang tersebut bisa memberikan pengaruh dalam kebahagiaan seseorang dan kesengsaraannya, hidup dan matinya. Padahal sebenarnya itu semua di Tangan Allah semata. Gugus-gugus bintang tersebut tidak memberikan pengaruh apapun. ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
35. Di antara gambaran Perdukunan Syirik : ❌ klaim (para dukun, pen) mengetahui ilmu ghaib, ✋ membaca (nasib seseorang) pada telapak tangannya atau bejana, membuat garis-garis dalam meramal, serta meyakini perbintangan (zodiak, pen). ✒ asy-Syaikh 'Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah
36. Sebagian mereka berkata: "Kebaikan, wahai burung". Tathayyur (beranggapan sial) dengan burung dan lainnya termasuk SYIRIK, berdasarkan hadits : الطيرة شرك Artinya: "Tathayyur adalah SYIRIK". Jika engkau berniat untuk melakukan suatu yang tidak diharamkan, maka lakukanlah. Jangan sampai engkau membatalkannya hanya karena anggapan sial ataukah Tathayyur. ---------------

 Asy-Syaikh 'Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

WhatsApp Manhajul Anbiya Indonesia


Kategori : Tauhid